Mohon tunggu...
DONY PURNOMO
DONY PURNOMO Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan Penulis

Aktivitas sehari-hari sebagai guru, suka berwirausaha, dan suka menuliskan buah pikiran dalam coretan-coretan sederhana. kunjungi pula tulisan saya yang lain di http://pinterdw.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendidik Tanpa Harus Menghakimi

22 Juli 2019   16:07 Diperbarui: 22 Juli 2019   16:20 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi memberikan hukuman (Sumber: medium.com/@sonali.srijan.13)

Beberapa saat lalu dunia pendidikan kembali tercoreng karena kasus yang melibatkan fasilitator MPLS di sebuah sekolah yang berujung kematian. Berdasarkan berita yang beredar sang fasilitator memukul calon peserta didik karena ia tak mau menyelesaikan long march yang telah diprogramkan saat masa pengenalan sekolah tersebut. Adapula berita yang mengatakan karena ia berkata kurang baik kepada sang fasilitator sehingga ia tersulut emosinya.

Entah apapun itu alasannya kekerasan dalam pendidikan jelas tidak diperbolehkan, karena setiap anak memiliki kemampuan, sikap serta kepribadian yang berbeda. Dalam dunia pendidikan sudah merupakan hal yang lumrah ketika ditemukan anak memiliki kepribadian yang menurut seorang guru tidak benar. Itulah sebenarnya tugas guru dalam proses pendidikan yaitu mendidik, mengajar, melatih, membimbing dan memberikan motivasi kepada peserta didik.

Kadang beberapa guru mengalami gagal faham mengenai hal itu, sehingga menghalalkan cara-cara yang tidak pas untuk mendidik peserta didik. Kadang muncul anggapan peserta didik seolah obyek yang salah dan tak ada lagi jalan untuk memperbaiki diri. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendidik tanpa harus menghakimi peserta didik yaitu;

Pertama, Tunjukkan kesahannya. Kadang peserta didik melakukan sesuatu karena ia tak merasa bersalah sehingga ia mengulang dan mengulang kesalahannya. Ketika mereka melakukan kesalahan cobalah ajak mereka untuk berpikir pada yang apa yang dilakukan, sampai pada titik ia tahu kesalahannya. Ketika ia tetap tak tahu kesalahannya maka tunjukkan kesalahannya itu sehingga ia tahu apa yang diperbuatnya adalah hal yang salah.

Kedua, Ajak ia berpikir. Setiap manusia dikaruniai oleh pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir. Ketika ia sudah tahu kesalahannya maka ajak ia untuk berpikir. Berpikir tentang apa? tentang masa depan dia ketika dia tak mau berubah kearah yang lebih baik dan masa depan dia ketika ia mau berubah kearah yang lebih baik. Dengan proses berpikir ini akan melatih peserta didik untuk berubah kearah yang lebih baik dengan hati dan kesadaraaannya sendiri.

Ketiga, Berikan ia kesempatan.Untuk berubah butuh proses yang panjang karena sejatinya taka ada perubahan dalam diri seseorang yang dilakukan secara instan. Semua butuh proses, sehingga berikan ia kesempatan untuk berubah sambil terus didampingi. Dengan pendampingan itu maka akan dengan mudah dipantau proses perubahan sikapnya.

Keempat, Kuatkan dengan komitmen. Penguatan komitmen untuk membuat peserta didik menjadi sadar bahwa ada komitmen yang sudah disepakati. Jika dalam perjalanannya dia mengalami pelanggaran maka dapat dengan mudah mengingatkan komitmen yang telah dibuat. Dalam pembuatan komitmen ini harus jelas antara reward dan punishment sehingga ketika ia salah dengan sendirinya menjalankan punishment yang telah disepakati.

Kelima, Dekatkan dengan Tuhan. Sekeras apapun hati ketika dihadapkan dengan Tuhan pasti akan ada celah untuk melunakkannya. Sembari ia memperbaiki diri dekatkan ia dengan Tuhan melalui praktek-praktek ibadaha yang khusuk kepada Tuhan sehingga penguatan secara spiritual ini akan membantu memberikan efek positif dalam proses perubahannya kearah yang lebih baik.

Orang bijak mengatakan, hidup adalah sebuah proses. Seorang anak yang kurang baik pun punya kesempatan untuk berubah. Mereka salah bukan karena bawaan lahir mealinkan proses kehidupan yang mewarnainya sehingga untuk membuatnya baik pun juga membutuhkan proses.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun