Menjelang pemilihan pilpres dan pileg 2019 ini hampir setiap sudut di Indonesia ini dipenuhi baleho para calon anggota legislatif dari tingkat Kabupaten, provinsi, hingga DPR RI. Berbagai wajah terpampang mulaian dari wajah cantik, ganteng, keren, berwibawa bahkan ada yang memasang wajah memelas seolah berpihak kepada rakyat kecil. Mereka menampilkan berbagai visi dan janji yang menggiurkan bagi para calon pemilih. Nampak tampilannya manis namun kadang adapula yang menggelitik.
Penggunaan baleho sebagai media kampanye nampaknya masih menjadi pilihan para calon wakil rakyat untuk menggaet calon pemilihnya. Buktinya disetiap sudut negeri ini mudah sekali menemukan baleho kampanye. Bahkan mereka berlomba untuk memasang baleho sebanyak-banyaknya dan baleho yang besar agar nampak jelas program dan visi yang akan dibawa ketika menjadi wakil rakyat.
Kini menjelang pemilu baleho yang terpampang semakin banyak jumlahnya. Bahkan baleho yang telah terpasang kemudian rusak pun diganti yang baru untuk menampilkan visi dan misinya. Seolah antara satu partai dengan partai yang lainnya tak mau kalah soal pemasangan baleho ini.
Melihat fenomena ini kemudian saya penasaran dan ingin tahu apakah baleho masih efektif untuk menjaring suara diera milenial ini. Kemudian saya melakukan penelitian kecil-kecilan untuk menjawab rasa penasaran saya. Meskipun penelitian ini bukan sekelas lembaga survei paling tidak bisa menjawab rasa penasaran saya.
Dari hasil penelitian kecil-kecilan itu ternyata generasi milenial tidak tertarik dengan baleho yang terpasang. Bahkan mereka tidak peduli dengan informasi yang terpampang dalam baleho yang terpampang di tempat yang mereka temui. Para generasi milenial cenderung cuek dengan program yang mereka tawarkan dalam baleho para calon anggota legislatif.
Sebagian besar dari mereka mendapatkan informasi dari sosial media yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka mendapatkan informasi dari facebook yang mereka miliki. Bahkan mereka mendapatkan informasi mengenai sebuah partai dari sosial media yang mereka miliki. Termasuk komentar-komentar negatif yang disampaiakan oleh akun-akun tertentu.
Dari hasil penelitian kecil-kecilan ini saya menyimpulkan bahawa baleho tak lagi efektif untuk menyampaikan program kerja dan memperkenalkan diri para anggota legislatif. Seiring perkembangan zaman para generasi milenial lebih tertarik kepada sosial media daripada baleho yang sifatnya statis. Jika baleho hanya dapat dilihat ditempat tertentu, tetapi jika sosial media mereka dapat melihatnya kapan saja karena gawai selalu ditangan mereka.
Selain kurang relevan lagi dengan perkembangan zaman, baleho akan menjadi sampah ketika masa tenang tiba. Baleho hanya menjadi lembaran-lembaran sampah yang sudah tidak dapat digunakan lagi karena saat masa tenang tidak diperbolehkan kembali untuk memajang baleho kampanye. Berbeda dengan media sosial, meskipun masa kampanye iklan-iklan digital berbau kampanya masih berseliweran untuk menggaet para calon pemilihnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H