Seiring dengan perkembangan zaman mengubah paradigma masyarakat pedesaan dalam pendidikan. Dulu dipedesaan orang berfikir sekolah yang murah dengan jarak tempuh yang paling dekat dengan rumah. Kini anggapan itu sudah mulai bergeser ke arah pendidikan modern dengan memperhatikan kulitas pendidikan. Kini para orangtua di pedesaan mulai menyadari mengenai kualitas pendidikan untuk anak-anaknya.
Kini biaya dan jarak bukan lagi halangan untuk mensekolahkan anak karena taraf ekonomi yang mulai menggeliat para orangtua tak lagi bingung memikirkan biaya pendidikan. Jarak dengan rumah juga bukan lagi halangan karena kini mulai berkembang kendaraan antar jemput dari rumah hingga ke sekolah.
Yang terjadia sekarang ini adalah persaingan antara sekolah swasta dan negeri dalam menggaet peserta didik. Sekolah swasta berlomba-lomba berinovasi dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya dengan menawarkan berbagai keunggulan dan prestasi yang pernah dicapai. Fenomena ini menjadi ancaman bagi sekolah negeri yang kurang memperhatikan kualitas pembelajarannya. Hal ini sudah mulai dirasakan dengan semakin berkurangnya peserta didik dari tahun ke tahun.
Sekolah dengan sistem berasrama kini mulai diminati oleh para orangtua dengan alasan untuk melindungi anak-anaknya dari pengaruh negatif dunia luar dan untuk memperdalam ilmu agama selama menempuh pendidikan. Sekolah dengan sistem berasrama kini semakin menunjukkan taringnya karena telah mampu membekali alumninya dengan dua ilmu yaitu ilmu pengetahuan dan ilmu agama.
Bagi sekolah swasta untuk memajukan kualitas pendidikannya bukan hal yang susah karena didukung oleh sumber dana ganda yaitu dari dana BOS dan dari sumbangan orangtua yang nominalnya berlipat ganda dibandingkan dana BOS yang diberika pemerintah. Sedangkan disekolah negeri hanya mengandalkan dana BOS karena tidak boleh mengambil dana sumbangan dari orangtua. Untuk sekedar membangun gedung di sekolah negeri harus menunggu realisasi proposal dari pemerintah yang entah kapan terealisasinya. Kadang gedung sudah mau ambruk belum juga diperbaiki karena memang tidak ada anggarannya.
Dari segi pendidiknya pun sekolah swasta juga ditunjang oleh tenaga yang berkualitas dengan kualifikasi dan gaji yang memadai. Sedangkan jika di sekolah negeri sebagian diampu oleh guru honorer yang memiliki gaji jauh dari kata layak. Ini sungguh memprihatinkan, disatu sisi guru honorer diminta untuk berjuang meningkatkan kualitas pendidikan tapi disisi lain digaji dibawah standar kelayakan.
Ketimpangan antara skolah negeri dan swasta ini seolah dibiarkan oleh pemerintah sehingga disadari atau tidak fenomena ini akan menjadi fenomena gunung es yang selanjutnya akan membuat sekolah-sekolah negeri yang kurang berkualitas tutup satu persatu karena tidak memiliki peserta didik. Fenomena ini memprihatinkan, ketika seorang guru di sekolah negeri juga harus berbagi dengan sekolah lain demi pemenuhan jam mengajar karena di sekolah induknya tidak memenuhi kewajiban mengajarnya.
Semoga ini segera disadari oleh pemerintah sehingga bisa mengoptimalkan 20% anggaran pendidikan untuk meningkatkan kualitas di sekolah negeri agar kedepan sekolah negeri tak berguguran hanya karena kurang berkualitaas dan ditinggalkan oleh peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H