Mohon tunggu...
DONY PURNOMO
DONY PURNOMO Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan Penulis

Aktivitas sehari-hari sebagai guru, suka berwirausaha, dan suka menuliskan buah pikiran dalam coretan-coretan sederhana. kunjungi pula tulisan saya yang lain di http://pinterdw.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Gagap Bencana (Lagi)

25 Desember 2018   20:31 Diperbarui: 25 Desember 2018   20:45 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dampak Tsunami Banten (Sumber: nasional.kompas.com)

Indonesia merupakan negara yang rawan terjadinya bencana baik bencana alam yg sifatnya akibat manusia maupun yang terjadi secara alami. Salah satu bencana yang menjadi momok adalah bencana tsunami. Hal tersebut cukup beralasan mengingat Indonesia berada pada lempeng yang aktif dan ring of fire yang juga masih aktif.

Sabtu 22 Desember 2018 adalah pelajaran baru bagi Indonesia dalam hal bencana tsunami yang melanda Banten dan Lampung. Korban berjatuhan karena air bah datang tiba-tiba tanpa adanya tanda-tanda dan early warning dari lembaga terkait. Bahkan penyebab terjadinya tsunami sempat simpang siur.

Berbagai diskusi dimedia massa yang ditampilkan dalam televisi nasional beberapa hari terakhir ini baru sebatas penyebab tsunami yang diduga dari runtuhan anak gunung Krakatau yang mengalami erupsi. Hal itu diperoleh dari data Citra satelit yang diperoleh BMKG dan masih perlu dibuktikan kebenarannya dengan survei yang sampai saat ini belum bisa dilakukan karena aktivitas anak krakatau masih aktif.

Dari berbagai diskusi di media televisi nasional, BMKG juga menjelaskan hingga saat ini belum ada alat untuk mendeteksi tsunami karena letusan gunungapi. Sehingga tsunami seperti yang terjadi di Banten sangat sulit untuk diprediksi.

Salah satu hal yang menarik dari bencana ini adalah kurang adanya kewaspadaan masyarakat pada tanda-tanda alam. Sebagai contoh saat sirene berbunyi dikiranya sirene BMKG padahal menurut keterangan BMKG tidak ada sirene peringatan tsunami pasca tsunami di Banten.

Dari wawancara sebuah televisi swasta pda korban tsunami sebenarnya beberapa saat sebelum tsunami pernah mendengar letusan yang berupa dentuman keras dan air laut mulai surut. Namun, pemahaman masyarakat mengenai tanda-tanda itu kurang baik sehingga fenomena tersebut dianggap hal biasa. Baru beberapa saat kemudian air laut menyapu tepian pantai.

Selain alat detektor yang dipuja-puja dapt meminimalisasi dampak bencana sebenarnya ada yang lebih penting yaitu pemahaman masyarakat mengenai tanda-tanda dan mitigasi bencana. Masyarakat yang memiliki kecakapan bencana yang baik maka akan dapat menentukan kapan ia akan menyelamatkan diri saat terjadi bencana.

Pemahaman bencana yang baik, juga akan menjadikan masyarakat tidak mudah percaya pada isu-isu yang berkembang mengenai bencana alam yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga menimbulkan kepanikan yang berlebihan.

Dengan belajar dari fenomena tsunami Banten setidaknya ada tiga hal yang mendesak yaitu ada data yang terintegrasi antar lembaga terkait, penyediaan alat deteksi dini yang efektif dan literasi bencana sehingga tidak mudah gagap saat menghadapi bencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun