Mohon tunggu...
dony kurniawan
dony kurniawan Mohon Tunggu... -

Lahir di Blitar Jawa Timur 1978

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lost Generation

14 Januari 2010   05:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:28 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda mungkin pernah terpaksa lewat jalan alternatif Krembung atau Tulangan, jika suatu saat lumpur Porong meluber sampai jalan raya dan bikin macet luar biasa. Coba perhatikan pada beberapa remaja tanggung yang berdiri di hampir disetiap pertigaan dan persimpangan desa mereka.

Berdiri di sepertiga jalan, membawa tongkat yang diikat pada sebuah kain (biasanya merah putih), senter merah kelap kelip... dan tidak lupa kaleng Kong Guan bekas sambil mengibas kibaskan tongkat kecil mereka ke arah yang harus dituju. Seribu rupiah, "suwuuun mas...ati-ati neng ndalan" ucapnya dengan sangat iklas, lima ratus " suwun..!!." pendek tanpa ekspresi. Jika lewat aja tanpa melempar recehan ke kaleng mereka maka, "woooeeee..." umpatan yang terlontar.

Dari percakapan mereka yang secara tidak sengaja saya mendengar (karena ngantuk berat, maka saya perlu berhenti sejenak di sebuah warung kopi), hari ini mereka mengumpulkan 30 rb rupiah, lumayan 10 ribuan masing-masing.Dilihat dari usianya, mestinya mereka masih SD atau apesnya SMP.

Mari kita bayangkan 5 atau 6 tahun kedepan setelah Tol alternatif yang baru telah beroperasi, dan akan semakin jarang mobil atau motor yang melewati persimpangan desa mereka. Mudah2an mereka sedang mengaji kemudian belajar kalkulus dirumah, atau sedang menulis surat cinta karena naksir gadis sekelasnya. Mudah2an mereka tidak sedang termenung diujung jalan desa sambil mengumpat kepada Jasa Marga yang terlalu cepat membangun jalan tol baru sehingga penghasilan recehan mereka menurun drastis belakangan.

Dan jika 20 atau 25 tahun lagi mereka menjadi guru ngaji, sarjana matematika, atau penulis berbakat (khusus surat-surat cinta), bukannya sedang berdiri diujung pintu tol sambil membawa kaleng Kong Guan bekas, atau meloncat dari bis ke bis membawa gitar usang dan ketipung pipa paralon, maka selamatlah generasi itu. Generasi yang tercipta karena tiba-tiba lumpur menyembur di desa tetangga. Generasi yang hadir karena setiap orang dari kita spontan melempar recehan ke kaleng Kong Guan yang mereka sodorkan sehingga membuat mereka menganggap bahwa hidup begitu mudah, dan tanpa sadar kehilangan keinginan untuk berkompetisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun