Saya yakin, kita semua pernah mendengar pepatah tua yang mengatakan, "Kekuasaan membawa tanggung jawab besar." Namun, bagaimana jika kekuasaan juga membawa keringanan hukum? Baru-baru ini, kasus yang melibatkan Ferdy Sambo dan teman-temannya telah memicu perdebatan seputar apakah kekuasaan memang dapat mempengaruhi besarnya hukuman yang dijatuhkan.
Mari kita kembali saat tragedi yang mengguncang masyarakat terjadi. Pada saat itu, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, seorang anggota polisi yang bertugas menjaga keamanan, menjadi korban dari suatu insiden tembak menembak. Namun, fakta kematian Brigadir Yosua menunjukkan bahwa ia merupakan korban pembunuhan.
Saat tragedi ini terungkap, lampu sorot media beralih pada Ferdy Sambo. Dia dituduh sebagai salah satu pelaku dalam pembunuhan yang menghebohkan itu.Â
Kisah ini menjadi semakin kompleks ketika proses hukum dimulai. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memasuki panggungnya, dengan Ferdy Sambo duduk di kursi terdakwa. Pada Februari 2023, majelis hakim dalam keputusannya menyatakan bahwa Ferdy secara sah dan meyakinkan bersalah atas tuduhan pembunuhan berencana.Â
Vonis yang dijatuhkan tidaklah ringan, yaitu hukuman mati. Ini adalah pukulan berat bagi Ferdy Sambo dan keluarganya, serta sorotan bagi masyarakat yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Namun, jangan berpikir bahwa ini adalah akhir dari kisah yang penuh dengan intrik. Ferdy Sambo menunjukkan bahwa dalam sistem peradilan, terdapat peluang untuk mengekspresikan ketidakpuasan dan mencari keadilan melalui pintu belakang hukum, yaitu banding dan kasasi. Ini adalah langkah-langkah yang membuka pintu menuju suatu arena yang penuh dengan pertarungan argumen, kebijakan hukum, dan kekuasaan.
Ketika kita berbicara tentang kasasi, apakah kalian juga membayangkan ruang berbingkai emas yang dihiasi mahkota dan palu hakim? Well, mungkin tidak, tapi dalam konteks hukum, istilah "kasasi" seakan membawa kita ke wilayah magis yang memengaruhi nasib seseorang.
Ferdy Sambo dan tim hukumnya dengan penuh keyakinan menempuh jalan ini. Mereka mungkin menyadari bahwa keputusan akhir bisa saja ditentukan oleh tangan-tangan kekuasaan yang duduk di balik meja mahkamah. Dan itulah titik di mana spekulasi muncul: apakah pengaruh kekuasaan mungkin merembes ke dalam keputusan hukum?
Terbukti, harapan Ferdy Sambo tidaklah sia-sia. Mahkamah Agung (MA), tempat di mana keputusan terakhir kasus ini diambil, menjatuhkan keputusan yang membuat banyak orang merenung. Vonis mati diubah menjadi penjara seumur hidup. Ferdy bukan satu-satunya yang mendapat perubahan hukuman, Ricky Rizal Wibowo dan terpidana lainnya juga merasakannya.
Apakah ini adalah akibat dari kekuasaan hukum yang lebih besar? Ataukah ini menggambarkan betapa kompleksnya sistem peradilan kita, di mana pertimbangan dan argumen yang disajikan mampu merubah arah sebuah keputusan?