Mohon tunggu...
Agung Trianto
Agung Trianto Mohon Tunggu... -

Sehari-harinya berprofesi sebagai tukang jepret dan tukang ketik di sebuah majalah remaja lokal dari kota Bandung. Seorang bujangan kelas cheap bastard yang mensyukuri hidup.. also find me at http://dontorro.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tanpa Scooter Braun, Justin Bieber Tak Lebih Berharga Dari Sampah

22 April 2011   06:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:32 1551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Getty Images via @daylife

[caption id="" align="alignnone" width="237" caption="Image by Getty Images via @daylife"][/caption] Tolong berhentilah menulis tentang profil, fenomena, kebencian atau kekaguman anda terhadap Justin Bieber. Karena bocah ABG yang anda kagumi atau anda benci itu tidak akan ada tanpa orang ini. Lagipula semua hal tentang Bieber toh bisa kita ketahui hanya dengan sekali berbelanja di toko buku terdekat. Banyak sekali buku dan majalah yang mengulas sosok Bieber disana. Tapi andai saja tidak ada orang ini, semua buku dan majalah itu nilainya tak akan lebih dari koran bekas yang dipakai membungkus ikan, bawang dan cabai di pasar tradisional. Ya, inilah dia orang yang paling bertanggung jawab atas 'Bieber Fever' yang melanda seluruh dunia saat ini: Scooter Braun. Seorang pria keturunan Yahudi berumur 29 tahun yang secara tidak sengaja menemukan video nyanyian seorang ABG tidak terkenal dari antah berantah dan kemudian melihat peluang untuk menjadikannya tambang uang. Dan hasilnya tentu sudah anda lihat sekarang. Scooter Braun berhasil menjadikan nama Bieber sebagai merek dagang yang sangat menguntungkan di seluruh dunia. Bahkan, sudah sampai pada tingkat yang memuakkan. "Saya pikir pada saat dunia mengalami krisis ekonomi, di mana anak-anak melihat orangtua mereka kehilangan pekerjaan; di mana anak-anak akan kuliah, melakukan hal yang benar, lalu tidak bisa mendapatkan pekerjaan; ketika rumah mereka disita oleh bank, datanglah anak ini (Bieber), yang lahir dari seorang ibu remaja. Justin dan ibunya berjuang seumur hidup mereka. lalu Justin mengunggah video di YouTube, dan sekarang dia berhasil hidup di alam mimpi ini. Ini memberi harapan kepada anak-anak, suatu hal untuk dipercaya," ungkap Braun dalam sebuah wawancara dengan majalah Forbes. Ya, Justin menjual mimpi, dan para ABG penggemarnya yang baru menginjak masa puber itu mempercayainya mentah-mentah. Ia datang di saat yang tepat, saat Amerika dilanda krisis ekonomi. Dimana orang-orang sudah muak mendengar tentang segala keglamoran, kemewahan, dan uang. Yang ingin didengar oleh orang-orang adalah tentang kisah sukses, kerja keras, dan perwujudan "American Dream". Justin memberi semua itu kepada masyarakat Amerika, dibawah kendali penuh dari Scooter Braun. Lucunya, perwujudan "American Dream" itu justru datang dari seorang bocah asal Kanada. Dalam waktu tiga tahun saja, Scooter Braun berhasil membuat Justin Bieber menjadi idola baru di Amerika, dan kemudian seluruh dunia. Menurut pengakuan Braun, salah satu kuncinya adalah melalui situs Social Media. Anak-anak menghabiskan waktu disana jauh lebih banyak daripada orang lain, dan Bieber hidup didalamnya. Salah satunya adalah Twitter, dimana dia selalu berusaha menjawab dan berinteraksi dengan fansnya. Bukan hanya mengirim sebuah tweet tanpa merespon balik. Inilah kenapa anak-anak remaja itu merasa sangat dekat dan 'memiliki' Justin Bieber.

"Ini adalah karena kami berkomunikasi langsung dengan konsumen, dengan fans. Kami membiarkan mereka memberi tahu apa yang mereka mau, dan selalu mengejutkan mereka. Dan yang paling penting, kami menepati janji kami. Saat Justin menjadi semakin besar, kami tidak melupakan penggemar. Justin terus aktif di Twitter, mengupload video di Youtube, dan menghabiskan waktu di Facebook," ungkap Braun.

Strategi marketing yang tepat dari Scooter Braun lah yang berhasil menyulap Justin Bieber menjadi idola. Tanpa Braun, saat ini mungkin Justin Bieber masih berkutat di audisi-audisi pencari bakat.  Atau mungkin malah sedang duduk depresi di pojok ruangan sambil menghisap selinting ganja. Kasusnya adalah bukti nyata bahwa bakat sehebat apapun tak akan bisa sukses tanpa strategi marketing yang tepat. Jadi janganlah bergosip tentang anak-anak yang merengek meminta dibelikan tiket konser yang berharga jutaan rupiah. Jangan pula memarahi rengekan mereka untuk dibelikan buku dan majalah tentang Bieber di toko buku. Anak-anak remaja itu hanya terperangkap oleh jebakan maut dari sistem marketing kapitalis global. Apakah saat sudah tidak puber nanti, para remaja itu masih akan suka Justin Bieber? Saya rasa tidak.. Untuk wawancara lengkap dengan Scooter Braun, silakan lihat disini.. http://blogs.forbes.com/danschawbel/2011/02/11/inside-the-brand-of-justin-bieber-an-interview-with-manager-scooter-braun/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun