Mohon tunggu...
Agung Trianto
Agung Trianto Mohon Tunggu... -

Sehari-harinya berprofesi sebagai tukang jepret dan tukang ketik di sebuah majalah remaja lokal dari kota Bandung. Seorang bujangan kelas cheap bastard yang mensyukuri hidup.. also find me at http://dontorro.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hampir Punah: Mainan Jadul dari Antah Berantah

17 April 2011   10:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:43 1606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_102984" align="aligncenter" width="680" caption="Gasing Bambu dan Peluit Suara Burung"][/caption]

Mainan-mainan yang sudah masuk dalam kategori langka dan hampir punah ini secara tidak sengaja saya temukan di pasar kaget Gasibu, Bandung. Dijual didalam pikulan sederhana dari dus bekas air mineral. Dalam pikulan itu tertumpuk gasing bambu dalam berbagai ukuran, seruling bambu berukuran mini, dan sepotong bambu kecil mirip peluit yang bila ditiup akan menghasilkan suara mirip kicauan burung. Selain mainan-mainan itu terdapat juga akar wangi, bahan pengharum tradisional yang juga merupakan salah satu bahan baku parfum. Penjual sekaligus pembuatnya bernama pak Sudarsono, yang mulai berjualan mainan-mainan ini sejak tahun 2004. Baru dua bulan ini ia berjualan di Bandung. Sebelumnya, pak Sudarsono berjualan di kampung halamannya di kota Yogyakarta. Di Bandung, setiap hari Minggu ia mangkal di pasar kaget Gasibu. Selebihnya ia membawa pikulannya  berkeliling dari satu tempat ke tempat lain.

Produk gasing, seruling mini dan peluit bersuara burung ini sejatinya adalah mainan anak-anak. Tapi lucunya, kebanyakan pembeli mainannya adalah para orang tua. Mungkin mereka tertarik membeli karena ingin bernostalgia dengan kenangan masa kecil mereka. Menurut pak Sudarsono, kebanyakan anak-anak justru sama sekali tidak mengenal mainan yang ia jual. “Makanya saya selalu terangkan bahwa ini mainan jaman dulu, supaya anak-anak sekarang juga tahu,” ujarnya.

Tidak hanya berjualan keliling, pak Sudarsono juga mengaku sering menerima pesanan dalam jumlah besar. Biasanya untuk dijadikan souvenir pesta perkawinan. Apakah omsetnya cukup untuk membiayai hidupnya sehari-hari? “Itu kan tergantung kitanya saja, mau menerima dengan ikhlas atau tidak. Kalau yang namanya manusia pasti kan selalu saja merasa kurang. Tapi kalau diterimanya ikhlas pasti akan cukup,” jawabnya bijak. [caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="Deretan Gasing Bambu"]

[/caption] Mainan-mainan seperti yang dijajakan pak Sudarsono ini adalah salah satu warisan budaya yang hampir punah tergerus perkembangan teknologi. Kini anak-anak jaman sekarang lebih akrab dengan mainan plastik, konsol video game dan game online. Mereka tidak tertarik dengan permainan warisan jaman dulu yang sebenarnya jauh lebih memacu kreativitas dan motorik anak. Dulu, sangat sulit menemukan anak ‘autis’ atau obesitas karena sehari-harinya cuma duduk didepan layar monitor. Sekarang? Anak-anak seperti itu bisa ditemukan dengan sangat mudah. Alangkah sayangnya kalau mainan jadul yang menjadi warisan budaya ini harus punah karena kalah dengan Ragnarok, Xbox atau Playstation. Perkembangan teknologi memang tidak bisa dihindari dan mau tidak mau harus diikuti. Tapi, tidak ada salahnya untuk melestarikan warisan budaya supaya masih bisa diketahui oleh para generasi penerus kita. Sayang sekali kalau warisan budaya seperti mainan-mainan ini pada akhirnya hanya menjadi penghias dalam kisah dongeng untuk murid sekolah dasar. [caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Akar Wangi"]
Akar Wangi
Akar Wangi
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Ini Dia Pembuatnya, Pak Sudarsono"]
Ini Dia Pembuatnya, Pak Sudarsono
Ini Dia Pembuatnya, Pak Sudarsono
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun