Konflik yang melanda Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) seakan mencapai puncaknya kemarin Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) melalui Andi Malarangeng akhirnya mengeluarkan sikap tegas dengan membekukan organisasi PSSI dibawah kepemimpinan Nurdin Halid (NH) dan Nugraha Besoes (NB).
Keputusan diambil karena PSSI dinilai tak transparan dan tak profesional menggelar kongres yang diminta FIFA untuk segera digelar.
Sikap tegas pemerintah bukannya menghentikan sikap pongah NH beserta kroninya. Namun NH malah menantang Andi selaku Menpora dan meminta Presiden SBY untuk mencopot Andi dari jabatannya karena dinilai tidak cakap.
"Saya mohon kepada Presiden yang saya cintai dan saya hormati untuk mencopot Alfian Malarangeng dari jabatannya karena tidak cakap dan tidak pantas," begitu seruan NH dengan lantangnya saat menggelar konfrensi pers di kantornya PSSI.
Namun menariknya entah sadar atau tidak ia mengakui dirinya sampah ditengah koaran pernyataannya. "Meskipun saya sampah namun saya adalah anak bangsa yang ingin berbuat," begitu salah satu ucapan yang dilontarkannya.
Apakah NH sadar kalau dirinya sekarang tak lebih dianggap "sampah" oleh para pecinta sepakbola Indonesia. Bau busuk yang menyengat dari sampah itu yang selama ini tersimpan di PSSI. Namun bau busuk pasti akan tercium juga serapi-rapinya disimpan. Dan kini seantero Indonesia meminta sampah itu segera dibersihkan.
Pernyataan NH lewat wawancara sambungan telepon dengan salah satu TV swasta nasional juga cukup menggelitik. Pria asal Makassar itu mengatakan hanya akan mundur jika memang tidak dikehendaki seluruh pemilik suara di PSSI.
Tak sadarkah NH bahwa selama ini suara yang menuntutnya turun dari singgasananya datang dari jutaan rakyat Indonesia. Gelombang protes di berbagai penjuru negeri merupakan bukti sahih. Jumlah yang jauh berlipat-lipat lebih banyak dari jumlah pemegang suara PSSI sah yang tak lebih dari angka 100.
Apalagi pemegang suara dalam versinya NH adalah hanya klub-klub yang mendukungnya. Selebihnya pemilik suara sah yang dianggap menentangnya tak diundang dalam kongres. Malah sengaja membuat undangan yang "salah alamat"
Jika kita flash back ke belakang tuntutan NH cs mundur bukannya faktor tidak senang terhadap individu. Namun suara-suara itu muncul karena semakin rumitnya keadaan sepakbola tanah air.
Kompetisi yang selalu diwarnai kericuhan dan sangat rentan dengan kasus suap. Pembinaan usia muda yang tak selalu sampai ke garis finisih, atau kerap putus di tengah jalannya. Dan muaranya tentu prestasi sepakbola Indonesia di mata dunia yang selalu terpuruk.