Mohon tunggu...
Dono Pradopo
Dono Pradopo Mohon Tunggu... -

lahir di malang tahun 1965, gemar baca,memancing, memasang dan analisa politik

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Charlie Hebdo sebuah Kebebasan Berbicara yang “Kebablasan”

23 Januari 2015   18:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:31 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi Charlie Hebdo di Paris menjadi pelajaran bagi kita semua (bukan hanya Perancis) tentang risiko kebebasan berekspresi tanpa batas apalagi jika kemudian disalahgunakan untuk mencela mereka yang minoritas. Namun mempertahankan kebebasan berbicara bukan hanya hak dasar seseorang tetapi juga menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan demi kebaikan bersama. Tapi setiap manusia harus mengerti batasan untuk hal tersebut.

Sebagai contohnya, Jika kita menghina Ibu orang lain, mungkin yang kita dapatkan adalah sebuah pukulan dari orang yang dihina tersebut. Penyerangan Charlie Hebdo merupakan hal yang normal terjadi karena sebab diri kita sendiri yang memprovokasi dan menghina agama orang lain.

Indonesia dapat menjadi contoh bentuk kebebasan berbicara yang tidak “kebablasan”. Dalam masyarakat kita ada filosofi yang disebut dengan tepa slira atau tenggang rasa. Ajaran untuk tenggang rasa inilah yang mengajari kita untuk saling menjaga perasaan masing-masing, tidak sembarangan berpendapat apalagi jika menyangkut identitas ke-SARA-an. Seperti penyataan Presiden Jokowi terkait tragedi itu dapat kita saksikan pengamalan ajaran tepa slira­. Beliau menyampaikan hujatan kepada aksi pembantaian itu sembari mengingatkan kepada kita semua untuk tahu batasan di dalam berekspresi baik lewat tulisan maupun lewat gambar.

Akan tetapi aksi kekerasan mengerikan yang dilakukan atas nama Tuhan tidak dapat dibenarkan dan merupakan suatu "penyimpangan" ajaran agama. Reaksi semacam itu memang mungkin akan ada dari kalangan orang-orang Islam, namun bukan merupakan bagian dari ajaran agama Islam. Karena seperti yang umat Muslim Dunia tau, bahwa Islam tidak membenarkan kekerasan atau main hakim sendiri. Nabi Muhammad sendiri selama hidupnya sering sekali diejek oleh orang lain sampai-sampai diabadikan di dalam Alquran dan tidak diselesaikan dengan sembarangan main hantam.

Banyak sekali perangkap yang dipasang oleh pihak yang tidak senang melihat Islam berkembang. Perangkap itu sengaja dipasang untuk memancing emosi kaum muslimin dimana pun berada agar turut aktif merusak agamanya sendiri.Oleh karena itu sebaiknya umat Islam jangan sampai terjerumus dalam perangkap tersebut.

Banyak cara yang bisa dilakukan kaum muslimin untuk membela Nabinya, salah satunya adalah dengan membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, berusaha dengan istikomah mengamalkan ajarannya dan bukan dengan cara-cara sadis yang bisa memberi dampak buruk bagi eksistensi Islam dan umatnya sendiri. Oleh karena itu, pembelaan yang dilakukan seorang Muslim kepada Nabinya harus dilakukan dengan adil dan bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun