Dua pasien di Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang, meninggal dunia setelah pemberian obat anastesi Buvanest Spinal. Obat produksi PT Kalbe Farma ini diduga bukan berisi bupivacaine atau untuk pembiusan, melainkan asam traneksamat yang bekerja untuk mengurangi pendarahan.
"Ini kebetulan saja etiketnya atau bungkusannya itu yang tertukar. Jadi, sangat menyedihkan ini terjadi," ujar Kepala Hubungan Masyarakat RS Siloam Heppi Nurfianto, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/2/2015).
Heppi menjelaskan, kasus ini terjadi terhadap pasien yang melakukan operasi caesar dan urologi. Kedua pasien meninggal dalam waktu berdekatan pada tanggal 12 Februari 2015. Sementara itu, pasien lainnya tidak mengalami masalah.
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparingga telah menginstruksikan untuk melarang peredaran obat anestesi Buvanest Spinal.
"Sudah diinstruksikan untuk menghentikan produksi, membekukan izin edar khusus untuk obat yang satu itu," kata Roy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/2/2015). Roy menuturkan, larangan tersebut telah dikeluarkan oleh BPOM sejak Minggu (15/2/2015).
BPOM telah menurunkan tim investigasi yang khusus menyelidiki penyebab meninggalnya dua pasien tersebut. Kedua pasien yang belum diketahui identitasnya itu awalnya akan menjalani operasi caesar dan urologi.
Menanggapi hal tersebut, Head External Communication Kalbe Farma, Hari Nugrogo kepada VIVA.co.id, Kamis 19 Februari 2015, menarik produk Buvanest dan menghentikan line produksi injeksi. "Kami akan mematuhi BPOM. Apa yang kami lakukan sesuai rekomendasi BPOM," ujarnya melalui sambungan telepon.
Kementerian Kesehatan (kemenkes)memastikan tidak ada korban lain terkait kasus dugaan tertukarnya isi obat anestesi Buvanest Spinal dengan asam traneksamat produksi PT Kalbe Farma. Sejauh ini, kasus tersebut hanya terjadi pada meninggalnya dua pasien di Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang.
Di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memastikan obat anestesi Buvanest Spinal sudah ditarik peredarannya dari Jakarta.
"Sudah ditarik ya, saya sudah dapat laporan Dinas Kesehatan," kata Basuki, di Balai Kota, Selasa (17/2).
Pada kesempatan yang sama Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi, menjelaskan, sebelum penarikan obat anestesi itu, pihaknya sudah memanggil Kalbe Farma. Kemudian, Kalbe Farma memberi bukti kepada Dinas Kesehatan DKI bahwa obat tersebut telah ditarik dari peredarannya di Jakarta.
Perlu diberikan apresiasi dari kerja cepat pemerintah dalam menangani kasus kesalahan label dalam obat bius yang telah memakan korban jiwa tersebut. Sehingga masyarakat saat ini bisa merasa lega dan tidak “was-was” lagi berobat ke rumah sakit.
Selain itu, perlu adanya badan yang mengawasi tindakan yang diberikan dokter untuk pasiennya. Seorang dokter boleh bertindak bebas dalam menangani pasien, namun tentunya harus dengan mengutamakan kebaikan pasien. Keputusan tindakan tersebut harus dilaporkan kepada badan pengawas beserta datanya, sehingga dokter akan lebih berhati-hati menangani pasien tersebut. Untuk menghindari kemungkinan, dokter berbuat kesalahan dalam mengobati pasiennya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H