Mohon tunggu...
Donny Susilo
Donny Susilo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beda Pendapat Jokowi-JK Lemahkan Koordinasi Pemerintahan

22 Juni 2015   14:37 Diperbarui: 13 Juli 2015   22:04 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang terjadi di dalam istana? Mugkin itu adalah satu pertanyaan yang ada di dalam pikiran masyarakat Indonesia saat ini. Mengapa? Dalam beberapa permasalahan yang seharusnya mendapat perhatian dari presiden dan wakilnya, keduanya malah kerap berbeda pendapat. Beberapa perbedaan pendapat yang paling baru adalah soal Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi pro-kontra.

Banyak orang menilai sejak Jokowi dilantik menjadi presiden November tahun lalu, institusi antirasuhah tersebut seakan digembosi, ‘dihabisi’, dan dikriminalisasi orang-orang yang berada di dalamnya. Dimulai dari ditangkapnya pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) yang dituduh memberikan keterangan palsu dalam sidang MK pada tahun 2010 lalu, selanjutnya penetapan Ketua KPK Abraham Samad karena dituding memalsukan dokumen wanita bernama Feriyani Liem yang hingga sekarang masih belum jelas siapa wanita tersebut. 

Setelah ditetapkan jadi tersangka, terjadi perombakan pimpinan dalam tubuh KPK. Ruki Taufiqqurahman mengambil alih kursi Ketua KPK. Namun sayang, di bawah kepemimpinan mantan pejabat Polri itu, KPK seolah kehilangan taringnya sebagai pemberantas korupsi karena kerap kalah dalam sidang praperadilan. Kalah dalam praperadilan membuat para tersangka seperti Komjen Budi Gunawan dan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo lepas dari hukum.

Tidak berhenti sampai disana, penyidik yang menjadi ujung tombak KPK dalam mengungkap kasus korupsi, Novel Baswedan kasusnya kembali diusut. Novel dituduh menganiaya pencuri sarang burung wallet pada tahun 2006 pada saat dia menjadi Kasat Reskrim di Bengkulu.

Saat ini DPR merencanakan revisi UU KPK yang sudah masuk prolegnas. Banyak pihak ini hanyalah salah satu cara untuk makin menggembosi KPK namun juga ada beberapa pihak yang setuju UU tersebut direvisi untuk kebaikan KPK itu sendiri. Lalu disinilah letak masalahnya, dua pemimpin Indonesia Joko Widodo dan Jusuf Kalla berbeda pendapat soal revisi ini. Jokowi yang pada saat kampanye pilpres tahun lalu menegaskan akan memperkuat KPK menegaskan tidak akan setuju UU KPK direvisi dan menyuruh bawahannya agar mencegah UU tersebut direvisi. Sedangkan Jusuf Kalla setuju kalau revisi tersebut dilakukan.

Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo bahkan sampai menyebut perbedaan pendapat Jokowi-JK ini sebagai hal yang memalukan. Karena menurut sekretaris fraksi Golkar ini perbedaan pendapat ini sudah sering terjadi dan dia pun menilai ada kepentingan tersendiri di dalam istana.

Menurut Bamsoet, sikap tak satu suara Presiden Jokowi dan Wapres JK soal rencana revisi UU KPK adalah bukti tak kompaknya pejabat. Manajemen yang berantakan, kata dia, menunjukkan ketidakmampuan Jokowi mengendalikan bawahannya. “Silang pendapat tentang KPK menjadi bukti masih amburadulnya manajemen pemerintahan Jokowi,” katanya.

Penulis jadi ingat pernyataan seorang tokoh nasional. Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesudibjo pernah mengatakan revolusi mental hanya akan efektif jika dijalankan menggunakan mekanisme top-down. Artinya, pemimpin terlebih dulu yang harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Perubahan yang baik awalnya harus dijalankan oleh para pemimpin-pemimpin sehingga menjadi teladan bagi rakyat. Jika merujuk Hary Tanoe ini maka Jokowi dan JK sebaiknya terlebih dulu menunjukkan kekompakan dan kesolidannya dalam memimpin bangsa. Perbedaan pendapat presiden dan wapres di depan rakyat hanya membenarkan apa yang menjadi dugaan publik selama ini bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak solid, terpecah karena berbagai kepentingan dan akibatnya lemah dalam kepemimpinan serta koordinasi pemerintahan. Jika begini maka reshuffle kabinet belum tentu akan menyelesaikan masalah.

(dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun