Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) serentak lanjutan dalam kondisi bencana non alam corona virus disease 2019 (covid-19) yang tahapannya sedang bergulir, menghasilkan cerita dan pengalaman menarik bagi penyelenggara yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab.
Tentunya banyak suka dan duka yang diperoleh para penyelenggara baik jajaran komisi Pemilihan Umum maupun Badan pengawas Pemilihan Umum, khususnya penyelenggara yang bertugas di pelosok desa.
Pasalnya Pilkada ditengah Pandemi ini, selain sukses pelaksanaannya, kesehatan dan keselamatan penyelenggara, peserta, pemilih dan seluruh pihak yang terlibat adalah hal yang mutlak.
Penggunaan Teknologi informasi menjadi andalan, hampir semua kegiatan dilaksanakan via daring (dalam jaringan), begitu juga dengan laporan harus menggunakan aplikasi online. Tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih yang dimulai sejak 15 Juli sampai 13 Agustus 2020 ini, setiap pengawas Desa dan kelurahan diwajibkan untuk mengirim laporan hasil pengawasan Coklit via google form per hari.
"Kendalanya saat ini adalah jaringan, desa saya tidak ada signal, jadi tanggungjawab untuk mengirim laporan hasil pengawasan kadang-kadang terlambat, apalagi kalau listrik padam tidak bisa mengirim laporan" keluh Tommy Rolly Sariasang anggota Panwas Desa Rinondor Kecamatan Kakas saat Bimbingan Teknis pekan lalu.
Desa Rinondor adalah salah satu Desa yang ada dipelosok karena posisinya berada di kaki gunung Kaweng kakas dan sekelilingnya masih hutan. Tommy yang sudah berpengalaman mengawasi Pemilu 2019 lalu menceritakan, apa yang dibayangkan sebelum mendaftar sebagai pengawas Desa kini dialaminya dan terasa kian berat.
" Hal yang sulit bagi desa Rinondor adalah jaringan internet, pada Pemilu lalu saya mengontrak rumah di kakas kota sambil usaha kecil-kecilan, jadi saya bolak-balik Rinondor- kakas, pagi sampai siang kumpul data pengawas dan sorenya balik ke kontrakan untuk kirim hasil pengawasan, jadi tidak ada masalah tapi saat ini saya harus ke kebun untuk mencari signal" ujar Tommy.
Lelaki kelahiran Minahasa 43 tahun lalu, menambahkan untuk memenuhi tanggungjawabnya sebagai pengawas, dirinya harus mencari sinyal yang baik dan harus pergi ke perkebunan dengan jarak tempuh 1 jam dari kediamannya.
" Untuk laporan pengawasan saya harus pergi ke perkebunan dan berpindah-pindah untuk mencari signal yang baik. Malahan saya harus memanjat pohon demi mendapatkan jaringan," tandas Sariasang.
Menariknya, menurut cerita dari Tommy, dirinya pernah berada di kuburan selama berjam-jam menunggu bukti pengiriman yang akan disampaikan ke atasannya.
" Saya pernah berjam-jam berada di kuburan yang ada di perkebunan karena signal disana bagus, hanya untuk menunggu mendapatkan bukti pengiriman yang akan disampaikan ke Panwas kecamatan dan saya baru sadar sudah gelap dan burung-burung malam mulai berbunyi dan sempat membuat takut dan merinding,'tuturnya sambil berkomitmen untuk mewujudkan Pilkada yang berintegritas.