Mohon tunggu...
Donny M Siradj
Donny M Siradj Mohon Tunggu... Wiraswasta - Profesional Muda dan Wiraswasta

Director of Sales and Business Development Accenture | Lifetime learner | School of Government and Public Policy MPP | ITB and Aalto Uni Executive MBA| Harvard Business School and Aalto Executive Education | ITS Electrical Engineering | Pendiri Yayasan Milenial Madura | Passionate in building a Better Madura

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Jika Tanpa Hijrah, Akankah Kita menuju Sumenep Baru?

20 Agustus 2020   09:40 Diperbarui: 20 Agustus 2020   11:29 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah genap 1442 tahun yang lalu, zaman dimana satu wilayah bumi menjadi panggung kronik perjuangan seorang manusia terbaik, bukan untuk melawan manusia, namun untuk mengarahkan seluruh jiwa menuju penghambaan pada Pencipta semesta raya. Rasulullah Muhammad, lelaki yang mengubah debu-debu jazirah menjadi bangunan peradaban. Yang memutar arah dua imperium raksasa Byzantium dan Sasanid Persia untuk kemudian direngkuh oleh tangan-tangan arsitek Robbani.

Kisah hijrah, diusulkan oleh Ali bin Abi Thalib di era kekhilafahan Sang Umar menjadi awal penentuan kalender umum umat Islam. Pilihan ini kemudian disetujui oleh para Shahabat, sebab mereka semua tahu, episode itu adalah magnet mahapenting yang mengubah arah sejarah manusia.

Sebab jika tanpa hijrah, jadi apa jazirah Arab? Apakah risalah Islam yang jadi hadiah untuk semesta akan berakhir pada pembunuhan berencana di kamp-kamp penyiksaan Makkah. Tak ada tanah damai, tak ada kesempatan untuk menata langkah membangun negara. Semua sumber daya manusia habis dibabat cemeti tuan-tuan budak yang angkuh.

Jika tanpa hijrah, takkan kita pahami bahwa wajiblah bagi seorang muslim berikhtiar dengan segala potensi manusiawinya. Hanyalah tercipta kemudian mental pasrah, mental menyerah, dan tak ada daya untuk melakukan ekspansi ke segala penjuru arah.

Jika tanpa hijrah, tidak akan ada cerita tentang megahnya Madinah, ketika masyarakat berdaya berharmoni dengan luasnya Islam. Ketika kekayaan materi berhimpun untuk memuliakan syiar. Yang ada hanya Aus dan Khazraj yang masih bertempur sementara yahudi terbahak menikmati hasil adu domba mereka.

Bahkan, jika tanpa hijrah, akan jadi apa kita yang di Indonesia? Penyembah pohon? Pengabdi hewan dan gunung-gunung? Yang rumahnya penuh jimat-jimat dan sembelihan syirik untuk persembahan pada setan? naudzubillah.

Hijrah adalah anugerah bagi dunia. Peristiwa itu mengubah arah zaman, membalikkan keadaan dan meninggikan izzah.

Akankah Sumenep "Hijrah menuju Sumenep Baru"? Ataukah masih tersandera oleh beban masa lalu?

Akankah Sumenep menuju Sumenep Baru, dimana sumenep baru tersebut akan dipimpin oleh pemimpin BARU, MUDA, BERSIH, dan visioner yang berwawasan dan berpengalaman mengelola organisasi di tingkat nasional maupun internasional? Dimana pemimpin baru ini nantinya akan merangkul semua pihak untuk bersama-sama membangun Sumenep baru ke depannya?

Akankah dia yang akan menjadi simbol dari perubahan, pembaharuan, dan memberi harapan dan menjadi lokomotif penggerak kemajuan bagi 75% usia muda produktif di Sumenep? Akankah generasi tua merelakan tongkat estafet kepemimpinan kepadanya dan mendukung secara moril dan kearifannya sehingga terbentuk generasi baru Sumenep yang produktif, profesional, generasi baru dengan otak milenia dan hati Mekkah, menuju Sumenep baru?

Jadi, “sudah sampai dimana hijrah kita tan taretan sadhejeh?” tanya Tjokroaminoto padamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun