Mohon tunggu...
Donny Hermaswangi
Donny Hermaswangi Mohon Tunggu... -

Petualang, Penikmat Sepakbola, Penggila Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Menanti Duel Dua Fieldmarshall di Bloemfontein

25 Juni 2010   17:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pada Perang Dunia 2, dunia tercengang dengan kecepatan laju Korps Afrika yang dipimpin oleh seorang marsekal medan termuda bernama Erwin Rommel. Tentara-tentara Inggris pontang-panting mundur hingga baru membalas di pertarungan tersohor di El-Alamin. Korps Afrika Rommel pun dipaksa dipukul mundur oleh pasukan Inggris yang kini dipimpin oleh marsekal medan kenamaannya, Bernard 'Monty' Montgomery. Dan satu per satu wilayah yang dahulu direbut Jerman, kembali direbut oleh Inggris.

"Demi Tuhan!" teriak Joachim Loew ketika mengetahui hasil akhir dua pertandingan di Grup C antara Slovenia bentrok Inggris dan Aljazair lawan Amerika Serikat. Wajar jika Loew bereaksi demikian, impiannya melawan Slovenia di fase kedua nanti dipaksa harus buyar begitu Landon Donovan mencetak gol di masa injury time untuk mengacak-acak klasemen akhir Grup C.

Ucapan Loew ini dilontarkan sebelum Jerman melawan Ghana malam harinya. Otomatis ucapan Loew ini menunjukan bahwa ia yakin Jerman akan menang dan menjuarai Grup D dan akan menghadapi runner up Grup C. Optimisme itu terwujud berkat kreasi gelandang keturunan Turkinya, Mesut Ozil.

Jerman pun mau tak mau harus bertemu lebih cepat dengan musuh bebuyutannya di perdelapanfinal, Inggris. Jerman lawan Inggris adalah sebuah partai klasik dalam sejarah persepakbolaan dunia. Orang-orang Jerman tentu tidak lupa terhadap 'kekalahan 2-2' di final Piala Dunia 1966, atau pertarungan seru di perempatifinal 1970, semifinal 1990 dan semifinal Piala Eropa 1996. Orang-orang pun tak lupa bagaimana akan protes para pemain Jerman ketika hakim garis Brachmantov dari Uni Soviet mengesahkan gol Geoff Hurst, atau bagaimana tangis Paul Gascoigne ketika Inggris tersingkir lewat adu penalti pada Piala Dunia 1990.

Kini tidak ada lagi Beckenbauer, Charlton bersaudara, Gazza, Klinsmann. Kini Jerman diwakili oleh skuad multikultural yang berusia mudanya, dan Inggris diwakili oleh para selebritas Liga Premiernya.  Skuad Fabio Capello hingga saat ini belum menunjukan performa terbaiknya, dua kali seri melawan Amerika Serikat dan Aljazair. Kemenangan atas Slovenia pun dinilai tidak meyakinkan. Don Fabio tentu harus menemukan ramuan yang tepat guna menghadapi fase knock out kali ini, apalagi lawan yang akan dihadapi kali ini bukanlah lawan yang jelas-jelas kelasnya berbeda dengan lawan-lawan Inggris di grup.

Jerman sendiri bukan tanpa celah. Setelah menggilas habis kangguru-kangguru Australia, kanon-kanon Der Panzer tak bisa menembak jatuh sayap-sayap elang Balkan, justru sang elang balas mencakar moncong-moncong kanon Panzer. "Saya tak habis mengerti dengan penampilan kami malam ini, (Lukas) Podolski punya empat peluang bersih dan tak bisa membobol gawang lawan" ujar Loew sehabis pertandingan lawan Serbia. Untungnya salvo-salvo kanon Panzer bisa menjatuhkan bintang-bintang hitam dan membuat Jerman menembus fase kedua.

Jika melihat pamor masing-masing individu, tim tiga singa lebih dijagokan untuk melaju. Siapa yang tak kenal Steven Gerrard, Frank Lampard, John Terry, dan Wayne Rooney. Jika dibandingkan dengan Lukas Podolski, Bastian Scweinsteiger, Phillip Lahm, dan Mesut Ozil, tentulah nama-nama pemain Inggris tersebut jauh lebih dikenal. Maklum penonton Indonesia biasa dimanja oleh siaran Liga Inggris tiap minggunya, sedangkan Liga Jerman hanya sempat numpang lewat beberapa tahun lalu. Namun kelebihan pada masing-masing individu bukanlah jaminan untuk membentuk sebuah tim yang solid. Hingga partai ketiga, singa-singa Inggris belum menunjukan kegalakannya sebagai raja hutan.Inilah celah yang dapat dimanfaatkan oleh Jerman.

Inggris sendiri sebenarnya mengkhawatirkan, peran Lampard dan Gerrard di lini tengah seakan percuma karena dua orang ini pemain yang setipe, ini terlihat saat lawan Amerika Serikat di partai awal. Dua marsekal medan Inggris ini ternyata memiliki alur komando yang berbeda kepada para pasukannya. Don Fabio kemudian menggeser Gerrard ke sayap kiri agar Lampard mampu berkreasi sendiri. Namun hal ini tidaklah cukup, terlihat dari hasil seri melawan Aljazair dan kemenangan tidak meyakinkan atas Slovenia. Capello bukanlah pelatih kacangan, namun sangatlah susah mengembalikan mental para pemainnya daripada memperbaiki teknik dan taktiknya.

Jerman sendiri bukanlah tanpa kendala, kekalahan atas Serbia pada babak kedua menunjukkan bukti bahwa mereka tetap membutuhkan sosok pemain senior dan berpengalaman di tim mereka. Semangat dan usia muda memang membuat skuad Jerman lebih cepat panas, namun ketiadaan seorang bersosok pemimpin seperti Michael Ballack atau Thorsten Frings terasa sangat dibutuhkan saat menghadapi situasi ketika melawan Serbia. Schweinsteiger seperti tidak cocok melakoni peran sebagai regiseur lini tengah Jerman. Hal itu terasa wajar karena di klubnya saat ini Schweini baru melakoni peran tersebut musim lalu, ketika Arjen Robben datang ke Bayern dan menggeser Schweini ke lini tengah.

Loew harus memikirkan masalah kepemimpinan lini tengah Jerman ini karena lawan yang dihadapinya memiliki lini tengah yang ditakuti walau belum menunjukan sikap singa hingga sejauh ini. Namun Inggris tetaplah Inggris, musuh dari semua musuh Jerman dan kini Piala Dunia memasuki tahap kalah dan tersingkir. Diego Maradona pernah berujar sehabis Argentina disikat oleh Kamerun 0-1 pada Piala Dunia 1990 "Piala Dunia dimulai di fase knock out, tidak ada lagi pengampunan buat yang kalah."

Inggris seperti belum menemukan kesungguhan hati menjadi seekor singa, sementara tentara-tentara muda Jerman menanti sang Fieldmarshall muda yang mampu mengangkat moral timnya di saat tertinggal. Apakah singa-singa Inggris berhasil menggerogoti panzer Jerman, atau kanon-kanon panzer Jerman akan menembak mati singa-singa Inggris? Hal ini akan ditentukan oleh bagaimana kepemimpinan dua marsekal medan di masing-masing tim. (deha)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun