Kita semua pasti tidak pernah membayangkan bahwa tahun 2020 ini akan kita lewati dengan berbagai pembatasan. Barangkali di awal tahun 2020 kita telah beresolusi untuk liburan ke berbagai tempat, menonton  konser idola, pulang ke kampung halaman untuk bertemu keluarga saat libur panjang, atau bahkan membuat kegiatan seru yang melibatkan banyak orang. Namun, tiba-tiba semua itu harus kita batalkan, dan untuk beberapa hal untungnya memang masih dapat disiasati dengan mengubah strategi. Situasi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya terjadi begitu saja. Sebuah wabah penyakit dengan penularan yang begitu cepat mengancam seluruh dunia. Kita dituntut untuk lebih waspada, mengurangi pertemuan fisik, dan memperhatikan kesehatan dengan betul-betul. Apa-apa yang biasanya wajar, seperti berkumpul, bersalaman, dan pergi-pergi menjadi tidak lagi wajar. Kita kemudian merumuskan sebuah cara untuk hidup lebih aman dengan menerapkan berbagai macam protokol yang kita sebut sebagai normal yang baru.
Keadaan ini barangkali membuat banyak orang merasa frustasi. Kita semua secara global mengalami krisis ekonomi dan kesehatan. Kita seakan dituntut untuk segera beradaptasi dan berdamai dengan keadaan. Seiring berjalannya waktu ternyata sebagian besar dari kita mampu untuk survive menjalani hari-hari. Sebagian yang lain bahkan malah banyak menerima berkah terselubung. Walaupun tidak bisa dipungkiri juga bahwa banyak korban yang berjatuhan. Di sisi lain, ketidakpastian ini ternyata telah mengajarkan kita untuk lebih waspada dan lebih hati-hati dalam menjalani hidup. Secara tidak langsung, ternyata kita telah banyak belajar dari situasi ini.
2020 Sebagai Momen Sabatikal Warga Dunia
Melihat apa yang terjadi hampir selama satu tahun ini saya jadi teringat akan sebuah istilah, yaitu 'sabatikal'. Istilah ini berasal dari bahasa ibrani dan cukup melekat dengan konsep sistem kepercayaan di sana. Secara umum sabatikal dapat dimaknai sebagai laku memberi jeda atas sebuah rutinitas kehidupan, pada konsep aslinya berlangsung setiap pekan. Namun, seiring berjalannya waktu konsep ini digunakan dalam konteks global dan dimaknai sebagai masa untuk rehat. Di dunia akademik di beberapa negara kita juga bisa menjumpai istilah sabatical leave, sebuah aktifitas yang dilakukan oleh dosen saat mengambil rehat/cuti beberapa waktu dari aktifitas mengajar dan memanfaatkan waktunya untuk merenung. Dalam masa perenungan ini biasanya mereka diberikan tanggung jawab untuk menghasilkan sebuah hasil renungan berupa karya ilmiah yang tak jarang hasilnya begitu bagus. Selain di dunia akademik, sabatical leave banyak dilakukan oleh para filantropis menjalankan laku meninggalkan rutinitas harian untuk membagi apa yang dimiliki kepada orang lain, biasanya ia memilih hidup dan tinggal pada suatu tempat (Live in) dalam jangka waktu tertentu untuk membagikan apa yang dia miliki.
Saya sendiri menganggap tahun 2020 ini merupakan tahun sabatikal, di mana kita diminta untuk mengurangi aktifitas, banyak-banyak di rumah, dan membatasi diri atas pertemuan fisik. Seakan ini merupakan momen bagi bumi kita untuk re-charge dan meminta kita untuk untuk berefleksi. Memaknai apa yang telah kita lewati, apa yang sedang dijalani saat ini, dan merencanakan dengan baik apa yang akan datang.
Momen ini seperti memberikan kita kesempatan untuk memberi jarak, memberi jeda pada rutinitas kehidupan yang sebelumnya menghanyutkan kita pada sebuah pusaran deras. Bagi sebagian orang, barangkali mereka memang tak pernah merasakan perbedaan dalam hal menjalani aktifitas sehari-harinya -karena pekerjaan yang tidak memungkinkan di kerjakan di rumah-, namun bagi sebagian yang lain momen ini benar-benar banyak mengubah cara hidup dan rutinitas. Kita jadi mengenal istilah WFH, mengerjakan segala bentuk pekerjaan di rumah. Kita jadi banyak waktu di rumah, sehingga banyak yang bisa kita lakukan di rumah. Walau pun tak jarang rasa bosan selalu hadir saat kita bekerja di rumah dan perlu bekerja keras untuk beradaptasi.
Aktifitas Di Masa Sabatikal
Di masa di rumah aja ini, sebagian dari kita memanfaatkan waktu di rumah untuk kembali membangun kedekatan dengan keluarga, dan kedekatan dengan 'rumah' itu sendiri, yang selama ini tidak benar-benar kita diami, sebab hanya menjadi tempat persinggahan. Dua kegiatan yang bisa dan sudah banyak dilakukan oleh sebagian besar para WFH untuk menempuh tujuan membangun relasi dengan rumah dan keluarga adalah dengan beres-beres rumah/clutering dan juga memanfaatkan waktu di rumah untuk berkebun. Apakah kamu juga salah satu melakukannya? Dua aktifitas ini memang terdengar sederhana, namun seringkali hanya menjadi angan-angan saat kita dituntut dengan mobilitas tinggi. Selain membangun kedekatan, dua kegiatan ini ternyata dapat membuat kita lebih merasa tenang dan kontenplatif. Selain itu manfaat dari dua kegiatan ini adalah membuat kita merasa nyaman, tenang, dan lebih sehat.