Mohon tunggu...
donnamccloud
donnamccloud Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengungkap Permainan Suap Jaksa dan Oknum PT Brantas Abipraya

29 April 2016   17:25 Diperbarui: 29 April 2016   19:23 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto : vivanews

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah komando Agus Rahardjo sudah mulai “unjuk gigi”. Tidak tanggung-tanggung, Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penyidik KPK menyasar pada jaksa yang merupakan aparat penegak hukum. Tanggal 31 Maret silam publik Indonesia dihebohkan dengan berita bahwa ada jasa yang ditangkap KPK karena menerima suap dari Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya yaitu Sudi Wantoko, yang menjabat sebagai Direktur Keuangan, dan Dandung Pamularno yang juga ditangkap KPK.

Namun, beberapa hari belakangan baru diketahui bahwa orang yang diduga jaksa bernama Marudut bukanlah bagian dari Korps Adhyaksa tersebut tapi hanya perantara yang menjembatani oknum PT Brantas Abipraya dengan jaksa di Kejati DKI. Bahkan beberapa hari setelahnya, tepatya tanggal 11 April, KPK juga menangkap Devianti Rochaeni yang menerima suap dari tersangka kasus korupsi BPJS di Jawa Barat. Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan 4 orang lainnya sebagai tersangka pada Selasa 12 April lalu, 2 di antaranya merupakan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Tersangka dalam dugaan suap ini adalah Jajang Abdul Holik, Lenih Marliani‎, Deviyanti Rochaeni, dan Fahri Nurmallo.

Tidak seperti kasus di Jawa Barat, KPK saat ini masih belum mengumumkan siapa oknum jaksa yang terlibat dalam kasus upaya penyuapan yang melibatkan oknum di PT Brantas Abipraya. Meskipun demikian, kita patut memberikan apresiasi kepada KPK yang berani mengungkap “jaksa nakal” yang tidak pro pemberantasan korupsi.

Padahal, kedudukan jaksa sangat penting dalam sebuah proses peradilan karena jaksa adalah orang yang mendakwa dan menuntut terdakwa di dalam proses peradilan. Bayangkan saja, sehebat apapun penyidikan dan sebanyak apapun bukti yang dikumpulkan tim penyidik dari kepolisian, bisa gugur begitu saja jika jaksa tidak bekerja sepenuh hati dan malah menerima suap dari terdakwa. Patut disayangkan memang, citra jaksa yang selama ini bersih, dirusak oleh segelintir orang yang mencoba memperkaya diri sendiri dengan menjual kasus kepada tersangka korupsi.

Dalam kasus yang dilakukan oknum PT Brantas Abipraya yang jelas-jelas menjadi korban, publik pastinya menunggu tindakan lanjut dari KPK. Sebab, pengungkapan oknum jaksa kepada publik akan menjadi kunci dalam kasus ini. Mengapa menjadi kucnci? Logikanya, jika dua oknum di PT Brantas Abipraya tersebut hendak menyuap oknum jaksa maka posisi jaksa tersebut menjadi objek yang akan disuap. Jadi, jika objek itu tidak segera dipublikasi, maka kasus percobaan penyuapan ini pun akan gugur demi hukum atau cacat hukum karena tidak ada keterangan dari objek yang hendak disuap.

Mengutip pernyataan Komisioner KPK Saut Situmorang, KPK tidak takut untuk mengungkap oknum jaksa ini kepada publik dan menjeratnya dengan undang-undang. Saut juga menegaskan tidak takut terhadap peringatan Jaksa Agung HM Prasetyo yang mengatakan KPK jangan bertindak sewenang-wenang jika tidak memiliki bukti kuat. Saut juga menegaskan telah mengantongi dua alat bukti yang sudah cukup untuk merubah status hukum seseorang menjadi tersangka.

Meski telah menegaskan akan mengungkap sosok “jaksa nakal” tersebut, nampaknya KPK juga harus menyelidiki kabar yang beredar bahwa oknum jaksa tersebut diduga melakukan pemerasan di perusahaan PT Brantas Abipraya yang merupakan BUMN di bidang konstruksi ini. Dugaan ini diperkuat dengan adanya penyidikan kasus yang terjadi tahun 2011 diungkap kembali oleh Kejati DKI dan mengirimkan satu orang perantara kepada mantan Direktur Keuangan di PT Brantas Abipraya. Jangan sampai BUMN negara ini hanya dijadikan sapi perah oleh oknum-oknum jaksa yang oportunis. #SelamatkanBUMN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun