Mohon tunggu...
Donna Issabella
Donna Issabella Mohon Tunggu... -

GECE! i hate slow

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berfikir Nasionalis untuk Majukan Perfilman Indoensia

31 Desember 2014   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:05 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mengapa orang Indonesia lebih menyukai film luar negeri daripada film Indonesia? Sepertinya sangat mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut, pasti banyak orang beranggapan film luar negeri lebih keren, lebih menarik, lebih seru dengan animasi yang luar biasa. Ya, itu adalah beberapa jawaban yang benar karena film luar negeri sudah menggunakan teknologi yang canggih nan super. Sedangkan kita dari mana kita bisa menggunakan peralatan film yang canggih itu atau kasarnya uang darimana supaya kita bisa menggunakan peralatan film yang canggih itu?

Padahal jika orang-orang Indonesia mau menonton film lokal buatan Indonesia sendiri sangat tidak di ragukan perfilman Indonesia bisa maju. Secara teknis seperti ini, jika banyak yang menonton film tersebut, maka banyaklah juga pendapatan dari production house tersebut, seandainya production house tersebut balik modal dan merasa puas akan hasil kerja kerasnya selama ini, prouction house tersebut pasti akan membuat karya film yang jauh lebih bagus dengan modal besar yang telah mereka kantongi. Pernyataan diatas langsung dari salah satu produser film yang pernah berbincang-bincang dengan saya yang tak lain adalah tante saya.

Saya sebagai mahasiswi broadcasting yang tidak jauh dari dunia perfilman sangat prihatin dengan film-film Indonesia yang kurang banyak peminatnya di negara sendiri. Saya juga pernah merasakan sulitnya membuat film pada masa SMK, saat itu saya hanya disuruh membuat karya film pendek berdurasi 24 menit dan itu sangatlah tidak mudah dengan berbagai proses panjang barulah film itu bisa saya putar di sekolah, makanya saya tau betul rasa capeknya para film maker membuat suatu karya film utuh.

Mengapa film Indonesia masih kurang di cintai oleh orang Indonesia sendiri? Ada berbagai macam alasan, namun disini saya melihat bahwa film-film Indonesia dari segi karakter pemain masih sangat kurang melekat di hati masyarakat. Sejauh ini, Indonesia masih kurang membuat ide cerita yang bisa meluluhkan hati masyarakat. Beberapa tahun belakangan ini, banyak ide-ide cerita yang di ambil dari novel-novel best seller di Indonesia.

Contohnya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, 5 cm, Laskar Pelangi, Supernova, Negeri 5 Menara,Surat Kecil Untuk Tuhan, Hafalan Shalat Delisa dll.

Namun, sebenarnya itu tidak menjadi sebuah masalah, karena novel-novelnya pun asli di tulis oleh orang Indonesia. Film-film Indonesia yang ceritanya di angkat dari novel pun memang sedang di gandrungi oleh masyarakat, saya pun begitu. Karena mungkin dengan sudah terbitnya novel memberikan sedikit gambaran bagi para calon penonton dan akhirnya pada saat menonton kita bisa tau sejauh mana film maker Indonesia bisa memvisualisasikan dalam film dan disana lah para penonton menilai Film Indonesia. Jika sesuai dengan bayangan penonton, tentu penonton akan senang dan memberikan apresiasi tapi jika tidak inilah yang dikhawatirkan, penonton akan kecewa dan menganggap film Indonesia memang masih di bawah.

Seharusnya penonton Film di Indonesia harus lebih aktif dengan memberikan kritik maupun saran kepada production house maupun menteri perfilman Indonesia. Tidak hanya masalah BBM, Gas, Kenaikan harga bahan pokok, dll saja yang perlu di kritik pedas, tapi masalah perfilman juga butuh untuk di pertegas. Aktifnya penonton Indonesia membuktikan kepeduliannya kepada perfilman Indonesia.

Perlu di ingat-ingat bahwa sebenarnya sudah banyak film-film Indonesia yang mulai merambah perfilman Internasional. Sebut saja film bergenre action The Raid dan Merantau yang menembus pasar Amerika. Tak hanya itu, banyak film-film yang sudah lebih dulu tayang hingga keluar negeri, yaitu Ada Apa Dengan Cinta, Rumah Dara, Sang Pemimpi, Berbagi Suami, Merah Putih II-Darah Garuda, Laskar Pelangi, Pintu Terlarang dll.

Dari sekian banyak banyak film Indonesia yang berprestasi membuktikan bahwa sudah sejak dari dulu perfilman Indonesia bangkit, namun kurang support dan perhatian dari masyarakat Indonesia sendiri. Orang-orang Indonesia masih berpendapat bahwa kalau sudah menonton film luar negeri maka dia sudahlah keren, jadi pantanglah melewatkan salah satu film luar negeri yang padahal film tersebut tidak mengandung unsur pendidikan bagi penontonnya dengan sinematografi yang biasa saja. Anak-anak muda zaman sekarang juga saya perhatikan malah salah gaul, terkadang menonton film luar negeri hanya untuk pamer di sosial media. Hanya karena itu mereka dulu-duluan menonton film luar negeri, hal itu sangat memprihatinkan.

Jika kalian berfikir sedikit lebih nasionalis, sebenarnya kita tidak di untungkan. Coba bandingkan dengan kita menonton film Indonesia di Bioskop, uang yang balik modal kepada production house akan di buatkan film yang lebih baik lagi dan tentu saja memperbaiki kualitas film lokal.

Saya pernah mendengar sedikit berita bahwa salah satu alasan film Indonesia cepat turun dari bioskop adalah karena begitu banyaknya film luar negeri yang masuk dengan mudahnya ke tanah air. Sungguh di sayangkan mengapa pemerintah tidak memperhatikan perfilman lokal sendiri. Karena alasan ingin balik modal lah banyak production house menjual film mereka di televisi begitu cepatnya. Ini lah saudara-saudara alasan mengapa banyak film Indonesia yang baru 3 bulan turun dari layar lebar sudah tayang di layar kaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun