Mohon tunggu...
Donna Borntri Juli
Donna Borntri Juli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, perkenalkan saya Donna Borntri J. Sihotang yang sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas HKBP Nommensen Medan Prodi Teknologi Hasil Pertanian.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resolusi Konflik Kebudayaan Tengger-Bromo dalam Prespektif Gender

18 November 2022   00:44 Diperbarui: 18 November 2022   01:02 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan modul nusantara dilakukan di daerah Bromo, Probolinggo dengan acara kebinekaan 9 mengenai prespektif gender didaerah tersebut. Konflik kebudayaan dalam prespektif gender yang diangkat ialah mengenai wanita maupun perempuan yang berjualan ataupun berdagang didaerah wisata Bromo tersebut. 

Destinasi awal, kami mengunjungi Pananjakan untuk melihat sunrise. Didaerah panjakan tersebut, masih terdapat wanita yang berdagang seperti pernak pernik gantungan kunci maupun bunga edelwes serta makanan. Setelahnya, kami pergi ke daerah kaki gunung Bromo sembari menikmati pemandangan dan beristirahat makan. 

Didaerah tersebut, banyak sekali yang menjual pernak pernik baik gantungan kunci, bunga edelwes, baju, kacamata, dan lainnya namun tidak ada wanita yang menjual hal tersebut. 

Saya mewawancari salah satu pedagang disana yakni Bapak Budi, bapak ini sudah berjualan selama 10 tahun dan sudah mengalami suka duka didaerah tersebut. Bapak Budi memaparkan bahwa parap edagang disini rata-rata laki-laki, dimana bapak Budi menjelaskan bahwa hal tersebut sudah terjadi sedari awal atau dari paguyubannya kecuali warung makan maka wanita-lah yang berjualan.

Hal tersebut sidah terjadi sedari lama dan menjadi kebudayan disana dan tidak ada yang pernah melanggarnya. 

Bapak Budi juga menambahkan bahwa jika wanita ingin sambil berdangan didaerah tersebut jika bersama suami atau keluarganya, tetapi disana tidak ada yang pernah melakukannya. Bapak Budi mengatakan bahwa sistem perdagangan disana bersaing secara sehat. 

Konflik kebudayaan disana mengenai prespektif gender merupakan satu hal yang lumrah dan sudah dimaklumi dimana wanita tidak dapat berdagang pernak-pernik melainkan hanya dapat membuka warung makan atau tugasnya untuk memasak.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun