Mohon tunggu...
Doni Uji Windiatmoko
Doni Uji Windiatmoko Mohon Tunggu... -

Manusia belajar adalah yang terbaik. Terbaik dari yang terbaik adalah manusia berilmu dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dan, Menulis semoga jadi hobiku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PUISIKU UNTUKMU....

20 Juni 2011   17:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:20 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kamis, 19/5

Solo, 21:18

Kenapa bisa begitu

Terlahir air mancur malah minta kolam

Sudah apakah kau tahu masa depanmu?

Padahal pena telah kering dan lembaran diangkat

Lalu mau kau tantang kuasa Rabb-mu....

Bukan cuma itu, kau berkata: namun jiwaku telah nyaman mengisi kolam itu

Bisakah berpikir tentang tipuan dunia

Nafsu dan syahwat adalah ancaman pasti

Bukan tidak mungkin, aku, kamu dan yang lain terpikatnya

Kita merasa sadar, padahal telah tertipu

Kulit berganti pun kau masih tetap air mancur

Atau bahkan berganti pancuran pun, kaulah air mancur sejatinya

Sudahkah kau ingat tentang kehinaan manusia dunia wal akhirat

Saudaraku, aku takut kau bagiannya

Agama adalah nasihat, karena ia membawa panji dari kegelapan menuju cahaya

Pasrah dan menerima apa adanya takdir, itulah yang harus kau lakukan

(proses kreatif puisi: soal kontes top model versi waria di Solo, kemarin malam)

Solo, 21: 59

Kerlip mata langit, mereka ibarat mutiara

Gunung emas pun tak mampu menandingi

Ketika gumpalan awan datang, mereka bertanya “kemana kau pergi?”

Kami hendak melihat orang bersyukur, jawabnya

“Di mana itu?”

Langit pun berpendar-pendar putih abu-abu

“Di sudut kota ini, apa kau tak tahu bahwa di sana sekumpulan manusia senantiasa bersyukur atas rezeki bagi mereka”

Angin mengisap kegalauan malam itu

“Aku ingin melihat mereka!”

Seperti pesta rakyat, mereka berkumpul berjajar

Seruan sakral lamat-lamat tersimak

Bisikan zikir lirih keluar dari tiap mulut

Subhanallah, alhamdulillah....

Bulir-bulir air mata menggumpal

Jatuh menetes simbol kekhusyukkan

Merekahlah bumi, bukan hanya bunga, bebatuan pun berbicara

“Inilah nikmat Tuhanku....”

Sinar aurora menjulang

Penutup episode malam itu,

(mengenang kebiasaan memandangi bintang-gemintang saat malam bermalam tiba)

Jumat, 20/5

Solo, 20:27

Dalam novel Cinta di Dalam Gelas-nya Andrea Hirata

Aku akui, bahwa kopi itu memang nikmat

Seruputan pertama segar, selanjutnya bikin melayang

Kafilah dagang perlu mencoba kopi

Ia ibarat air zamzam, melegakan dahaga

Nyamuk pun harus mengopi, biar kuat melek menggigiti kulit manusia

(proses kreatif: minum kopi di tengah2 kerja sebab ngantuk)

Minggu, 22/5

Solo, 18:54

Sedikit waktu melepas lelah

Dalam dingin sore ini, mata telah kalah

Kadang berputar otak

Tubuh menyempit ciut

Lalu memang lelah

Tiba saatnya menguatkan untuk berkarya!

(proses kreatif: uwis ngantuk sebelum kerja!hehehe....)

Solo, 19:34

Aku kirimkan doa untukmu

Karena tak ada kabar darimu

Semoga kau sebaik-baik keadaan di sana

Tak ada yang bisa kuperbuat

Selain mengharap kau tetap cantik semanis senyummu

Masih kuat dalam kesabaranmu

(proses kreatif: merasa khawatir & kangen kepada seseorang)

Senin, 23/5

Solo, 21:16

Di tengah rutinitas kerja, banyak halangan terjadi. Mulai dari teknis dan nonteknis, termasuk kondisi udara yang panasnya minta ampun deh. Lalu terciptalah sajak berikut.

Suasana Kota Solo bak ruang berkelambu

Panas yang tak terdefinisikan

Kuangkat kaki sebelah, lalu ciiiaaat!

Setangkup tangan mengusap muka

Beuh, tak terperi gerahnya

Berpikir mungkin, di balik eternit, seekor cicak terengah-tergelak

Sama-sama merasa hilang kesabaran

Hingga cicak itu berpikir, “Berendam di gelas susu itu pasti nikmat”

Seleksi waktu kadang buat kita melenguh

Dan waktu pun yang tak “bersahabat”

Mungkin, aku harus bersahabat dengan waktu

Jumat, 27 Mei 2011

Pulang ke malam ini

Membawa setumpuk rasa

Bukan tak salah siapa

Tapi karena alasan hidup

Aku mencintainya

Aku merindunya

Menyemai dalam sandaran hati

Kontak hati bukanlah hal sepele

Rabu, 8 Juni 2011

Kadang langit membisikkan jawaban

Membuatnya seperti berlari

Padahal aku tahu, mereka cuma menyapa

Kepada alam, air, gunung, burung hantu, dan langit itu sendiri

Sebagai bekas petualang, dia ucapkan ‘kau bayang masa depan’

Mimpi-mimpi menjelma jadi bintang terang

Bintang paling terang, menyemangatinya

Atau bumi layaknya red carpet

Berpijak dengan kewibawaan

Tersenyum kemenangan

Senin, 20 Juni 2011

Mencintai juga adalah suatu pilihan

Memilih untuk mencinta dan mengharapnya

Bukan untuk alasan menderita

Karena nestapa dan luka

Bakal orang mencinta berakhir bahagia

Jaminan surga bagi pasangan saling cinta

Di tengah-tengah mereka, beribu cinta dan bersinggasana

Sekali dalam sehidup, cinta mereka terkubur bumi

Sepenggal kisah tentang raja dan ratu pencinta

Bukan seperti orang gila

Cinta tak sekalipun berbuat gila

Ia menuntun untuk tak kenal merana

Cuma bahagia adanya

Seperti adanya diriku

Juga dirimu

Akan menjemput cinta dan rida-Nya

Akan tetapi jalan di depan tak mudah

Dapatkah kau menutupi lukaku

Atau bisakah kau menyelimuti saatku merasa kedinginan

Aku yakin jika semua berdua

Akan sangat ringan dan mudah menjalaninya

Aku merasa kerdil

Karenaku hidup serbaterbatas

Tapi aku yakin jika hidup bersamamu, semua terasa kaya

Berlipat kebahagiaan, kebahagiaan alami karena rasa suka-cinta

Tapi aku tak mau, cinta ini melupakan cinta terbesar,

yakni pasangan makhluk yang dirahmati dan diliputi taufik-Nya

Begitulah intinya,

Aku mau kau mendampingiku

Tak sekadar bergandengan tangan

Tapi menghardikku jika aku telah salah

Juga bertaklif qulb menebar kasih sayang

Itulah harapanku

Juga harapanmu

Menjaga hati terasa sulit

Tapi jagalah dengan mengingat-Nya

Memohon agar didekatkan

Sedekat urat leher kita

Di sana, di sanalah waktu pasti berbicara

Sebagaimana seluruh tubuh ini berkata pada lisan ini

Bertakwalah kamu wahai bibir dan lisan!

Aku mencintaimu karena Allah Ta’Ala

Senin, 20 Juni 2011

Cincin itu belum melingkar di jarimu

Tenang, akulah orangnya

Yang melingkarkan di jari manismu

Kau akan tampak cantik sempurna

Jilbab dan parasmu bakal merona

Bak bunga dikerubuti kumbang-kumbang

Sumpah setia terucap

Janji sehidup sepenanggungan

Disaksikan, didengar dan disimak baik-baik

Para tamu, orangtua, sanak saudara, malaikat dan Rabb kita

Berkatalah kau siap menjadi istri

Sebelumnya, aku terima nikah dan kawinmu bukan?

Aku akan bahagia seribu bahasa memilikimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun