Hati orangtua mana yang tahan melihat anaknya menjadi korban pembunuhan sadis. Aba Gayle, wanita yang luar biasa. Ia menaklukkan dirinya. Ia menang atas kemelut hidupnya. Gayle menemui sang pembunuh putrinya. Ia mengampuninya sebelum sang pembunuh menjalani hukuman mati.
*****
Aba Gayle, tidak percaya saat menemukan putrinya – Cathrine- yang berusia 19 tahun dibunuh. Di suatu musim gugur, Catrine ditusuk di sekujur tubuhnya secara brutal. Pembunuhnya, Douglas Mickey tidak punya motif jelas, kenapa ia menghabisi gadis itu di taman kota. Aba Gayle jatuh dalam depresi. Perilakunya menjadi aneh, tidak terkontrol, sering berteriak-teriak saat mandi untuk melampiaskan emosinya. Ia tidak tau harus berbuat apa. Untuk waktu yang lama, Aba Gayle berjuang untuk dari tekanan yang mendalam akibat kehilangan, dan kemarahan hebat. Suatu ketika, dalam masa proses penyembuhan dirinya, Gayle sadar bahwa ia tidak bisa terus menerus tinggal dalam situasi yang kacau balau. Ia menghabiskan waktu dengan berdoa dan merenung. Gayle pun memutuskan untuk mengampuni pembunuh anaknya. Ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mengampuni Douglas Mickey. Akhirnya, Gayle menulis surat pada sang Mickey. Ia menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan pria itu. Dalam surat itu, Gayle bercerita bahwa, “Saya sendiri terkejut bahwa saya ternyata belajar bahwa saya dapat memaafkan kamu.” Gayle gemetar saat memasukan surat ke dalam kotak pos. Perlu waktu lama untuk mengizinkan Gayle bertemu dengan Mickey. Urusan birokrasi yang berbelit-belit membuat pertemuan mereka tertunda. Awalnya, Gayle ragu apakah ia bisa memaafkan Mickey. Namun ia menguatkan tekadnya dan berhadapan dengan orang yang membunuh anaknya. Saat itu pun tiba. Saat mereka bertemu, suasana pun mengharukan. Mereka saling berpelukan, memberikan kekuatan dan menangis. Keduanya menumpahkan kesedihan dan penyesalan. Dibutuhkan waktu selama 3 jam lebih untuk mencurahkan semuanya. Mereka pun saling menceritakan perasaannya masing-masing. Gayle pun mengetahui, bahwa di malam Mickey menghabisi nyawa anaknya, Mickey juga merasakan kehancuran yang luar biasa. Ia mengalami kepedihan dan meratapi tindakannya mencabut nyawa Catherine. Ia menuliskan surat pada Gayle, “Andaikan saya mampu menukar nyawa saya sekarang dengan Catherine.” Semoga kisah ini menginsipirasikan Anda, bahwa memaafkan orang lain berarti berdamai dengan diri sendiri. Dalam pengampunan manusia dibaharui selalu. Hanya dengan membawa damai, manusia belajar tentang cinta. Akhir-akhir ini, dunia penuh dengan kekerasan, manipulasi dan kekecewaan hidup. Semua kebencian bermanifestasi menjadi balas dendam. Akhirnya, kekerasaan pun terjadi berulang-ulang. Luka dimasa lalu, trauma dan pengalaman tragis kerap membuat manusia guncang dan cenderung melampiaskan amarahnya - tanpa sadar- Banyak orang mengalami krisis cinta, dengan adanya berbagai penolakan dalam hidup. Berikanlah cinta, bagi siapapun yang mengalami luka, dominasi dan pelecehan. Hanya cinta kasih yang menjadi jawaban atas semua persoalan hidup. Kebencian hanya akan menggerogoti tubuh kita serta merusak relasi kita dengan sesama. Kita dilahirkan untuk cinta, mencintai, tanpa syarat!! Semoga melegakan! Semoga tulisan ini boleh menjadi berkat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H