Mohon tunggu...
Doni Romadhon
Doni Romadhon Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis opini

Bagaimana menulis dapat bersuara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pro-Kontra Penerimaan Peserta Didik Baru dengan Sistem Usia

11 Juli 2020   22:45 Diperbarui: 11 Juli 2020   22:34 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru diatur dalam Permendikbud No 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menuai pro dan kontra di masyarakat. Jika mengacu kepada Peraturan Mendikbud No 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, maka terdapat tiga jalur pendaftaran calon siswa untuk sekolah yang dituju, yaitu berdasarkan perpindahan tugas orang tua atau wali dengan bobot penerimaan maksimal 5 persen.

Kemudian ada sistem zonasi atau berdasarkan lokasi tempat tinggal calon siswa dengan bobot penerimaan maksimal 50 persen. Dua lainnya adalah jalur afirmasi (maksimal 15 persen) dan jalur prestasi nonakademik.

Sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah agar warga sekolah bisa terhindar dari penyebaran virus corona. Maka terbitlah Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Salah satunya adalah mengatur pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2020 secara online.

Proses penerimaan murid baru tingkat SMP, SMA di wilayah Provinsi DKI Jakarta disesali oleh orang tua murid. Orang tua dari calon peserta didik mengaku keberatan dengan proses tersebut. Ia merasa penerimaan murid berdasarkan usia tidak adil dari segi kompetensi. Ketimbang berdasarkan usia, ia lebih menyetujui sistem zonasi.

Kriteria yang digunakan usia, artinya siapa yang lebih tua di zonasi tersebut, padahal kita tahu terbatas kan misalnya di daerah Jakarta Timur ada berapa sekolah, tapi peminatnya pasti lebih banyak itu yang didahulukan yang tua-tua dulu, jadi ini enggak relevan.

perspektif masyarakat tentang favoritisme. Masyarakat sekarang ini berangan-angan anaknya semua masuk sekolah favorit dengan segala cara. hal itu dianggap sebagai sistem tidak adil karena menciptakan sekolah-sekolah favorit yang mayoritas berada di kota-kota besar atau di pusat kota.

Hal itu dianggap sebagai sistem tidak adil karena menciptakan sekolah-sekolah favorit yang mayoritas berada di kota-kota besar atau di pusat kota. Skema seperti itu setidaknya akan berdampak terhadap psikis anak-anak yang bersungguh-sungguh dalam mencapai target akademis namun dikalahkan dengan kriteria usia.

Keluhan itu pun telah disampaikan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Saguh mengatakan, Riza terkejut dengan adanya sistem penerimaan murid baru tingkat SMP atau SMA berdasarkan usia. Masyarakat khususnya orang tua peserta didik bisa mendapatkan sekolah yang di inginkan tanpa adanya sistem tersebut. (Doni Romadhon/183112351650573)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun