Mohon tunggu...
Doni Pratama
Doni Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa.

Menulis untuk meninggalkan jejak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maulid Nabi dalam Perspektif Cultural Studies

27 September 2023   18:57 Diperbarui: 27 September 2023   19:13 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Segala puji syukur bagi Allah, atas nikmatnya kita semua bisa sampai pada hari ini dan diberi kesempatan untuk membaca refleksi singkat ini. Dalam tradisi budaya lokal di Indonesia, 12 rabiul awal (hari ini) yang bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu hal yang senantiasa diperingati dan dirayakan. Hari tersebut tentu menjadi sebuah momen yang penting dan ditunggu bagi Sebagian umat Islam. 

Dari sekian banyak tradisi dalam merayakan Maulid Nabi salah satunya adalah tradisi barzanji (pembacaan Kitab Barzanji). Kitab Barzanji merupakan karya dari Syekh Ja'far Ibnu Hasan Ibnu Abdul Karim Ibnu Muhammad al Barzanji, yang berisi syair penuturan tentang biografi Nabi Muhammad SAW. Selain itu, terdapat pula berbagai nilai yang dapat diteladani oleh generasi umat Islam khususnya di Indonesia.


Namun ada suatu hal yang menarik untuk dipertanyakan, pembacaan barzanji sebagai tradisi perayaan Maulid Nabi apakah meyakinkan keabsahannya. Karena pada dasarnya hukum dari perayaan Maulid Nabi masih menjadi perdebatan di kalangan ulama dan para pemikir muslim. Sebagian berpendapat bahwa pembacaan barzanji dalam rangka memperingati Maulid Nabi mengarah kepada larangan agama, yaitu pengkultusan Nabi Muhammad SAW.

Sebagian lain berpendapat bahwa pembacaan barzanji dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah hal yang akan meningkatkan pengamalan ajaran Islam sebagaimana diwasiatkan Nabi Muhammad SAW. Kedua argumen tersebut menjadikan titik perdebatan pembacaan barzanji dalam tradisi Maulid Nabi, sebagai sunnah atau bid'ah. Untuk menyikapi perbedaan pendapat tersebut, menarik untuk sama-sama melucuti fenomena tersebut melalui
perspektif cultural studies.

Dalam kacamata cultural studies, pandangan pertama yang berupa tradisi barzanji bisa
dikatakan sebagai ibadah dalam domain sunnah. Hal tersebut bukan tanpa alasan melainkan dapat dibuktikan dengan argumen yang rasional. Dengan adanya perayaan Maulid Nabi, tentu
dimaksudkan dapat meningkatkan semangat kecintaan dan pengamalan nilai kesalehan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah yang patut dicontoh oleh masyarakat masa
kini. Dalam hal ini, terdapat transfer nilai-nilai luhur yang bisa diambil dari sosok Nabi sendiri
untuk bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


Selain itu, sebagai umat Nabi Muhammad SAW, tidak ada salahnya kita menjadikan
perayaan Maulid Nabi sebagai sarana untuk merekatkan ukhuwah islamiyah diantara umat muslim. Hal tersebut bukan tanpa alasan, karena pembacaan barzanji sendiri selalu melibatkan banyak orang dan massa melihatnya juga banyak sehingga disamping mendapatkan nilai edukasi dari pembacaan tradisi barzanji serta meningkatkan interaksi antar sesama masyarakat. 

Terakhir, perayaan Maulid Nabi adalah bentuk meningkatkan amalan ibadah tertentu bagi individu yang senantiasa membaca barzanji di setiap waktu senggangnya. Dengan individu atau secara bersama membaca barzanji, secara langsung telah menuntun seseorang untuk mengamalkan salah satu poin dalam rukun iman yakni iman kepada Rasul dan Nabi Allah. 

Dalam argumen ini, barzanji dikatakan tidak bertentangan sama sekali dengan ajaran Islam. Justru tradisi ini bertujuan meningkatkan penghayatan kehidupan beragama dalam lingkup keluarga dan masyarakat. Barzanji sebagai sebuah produk budaya lebih mengajak pada pengamalan ajaran Islam melalui dimensi kehidupan sosial yang tidak hanya terpaku pada teks (Al-Qur'an dan hadis), melainkan juga melihat konteks sosial.

Di sisi lain penyematan vonis bid'ah dalam tradisi barzanji maupun tradisi Nabi lainnya sebenarnya lebih dimaknai sebagai bentuk ekspresi perlawanan budaya yang dilakukan oleh kalangan yang mengaku sebagai Wahabi maupun modernis, bertujuan untuk menghapus segala bentuk tradisi-tradisi yang tidak difaedahkan dan diamanatkan dalam Al-Qur'an dan Hadis sebagai bentuk penyimpangan. Dalam hal ini mereka melihat sesuatu dengan upaya konservatif dan hanya berdasar kepada teks (Al-Qur'an dan Hadis) saja. Sehingga budaya Islam yang mengalami perpaduan dengan budaya lain, dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. 

Selanjutnya mari kita coba memposisikan paradigma bid'ah ini sebagai sebuah kritik budaya, yang bersumber dari tiga hal :

(1) Berdasarkan pada pemikiran yang bersumber secara text books dari Al-Qur'an dan Hadis sehingga corak pemikiran kritisnya lebih konservatif dan kaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun