Mohon tunggu...
Momon Mumet
Momon Mumet Mohon Tunggu... -

Jempol Ampuh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Yahudi Sampai Panti Pijat.

15 Agustus 2010   18:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:00 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa banyak yang menjadi paranoid jika mendengar seseorang yang  bersimpati kepada bangsa Yahudi ?.  Menunjukkan sikap yang bersimpati kepada bangsa Yahudi seperti sikap yang berdosa sehingga patut dimusuhi. Sebab, menurut pandangannya bahwa bangsa Yahudi itu kejam dan tak berperi kemanusiaan kepada bangsa Palestina. Padahal, kalau kita tarik hubungan antara bangsa Indonesia dan bangsa Palestina sesungguhnya tidak ada hubungan kecuali hubungan persamaan agama. Tetapi sebaliknya kita menaruh hormat kepada Bangsa Belanda atau Jepang yang pernah menjajah bangsa kita. Tidak ada dendam.  Sebaliknya, bangsa yahudi yang dianggap sebagai penjajah bangsa Palestina itu sangat dibenci sehingga mendorong sebagian dari bangsa ini bersedia melakukan jihad ke jalur gaza untuk melawan bangsa Yahudi. Persiapan Jihad itulah yang pada akhirnya menyeret Ustadz Abu Bakar Baasyir dalam permasalahan hukum, itu kata pembelanya.

Pandangan yang ditanamkan bahwa Israel adalah musuh Islam, mungkin pemerintah Indonesia yang dianggap menghalangi niat mereka ini akhirnya dianggap sebagai musuh pula, darah bangsa ini dianggap halal dalam perjuangan mereka untuk melawan bangsa Yahudi. Sudah banyak korban bangsa sendiri yang tidak mengerti tujuan perjuangan mereka ini.  Sasaran juga ditujukan kepada pemimpin bangsa ini, ini kalau dugaan Polri dapat dibuktikan. Artinya, semua penghalang niat mereka dianggap musuh dan dicap sebagai antek Amerika Serikat.  Namun cap Antek Amerika ini juga ada dasarnya karena Amerika Serikat memuji sikap Indonesia yang represive terhadap kelompok ini.

Dilain sisi, diantara media semakain meramaikan situasi dengan polemiknya dan berbagai analisa yang mungkin membingungkan kelompok itu dan juga masyarakat. Yang menjadi pertanyaan, apa manfaat membela bangsa Palestina atau memusuhi bangsa Israel kalau pada akhirnya bangsa kita cakar2an sendiri. Ajaran agama yang saya fahami adalah untuk kedamaian dan kerukunan, tetapi faham tidak bisa disamakan. Ini adalah sebuah realita yang tidak terbantahkan. Namun realita itu sering dibutakan akibat dogma yang diterimanya, penganut ajaran lainpun merasa terganggu ibadahnya seperti yang dialami oleh jemaat HKBP.

Agaknya, dari bangsa Yahudi, musuh sudah lebih meluas, jika tidak sepaham dianggap musuh. Kalau seperti ini kehidupan beragama di Indonesia, pastinya kita tidak pernah tenteram.  Terlebih ormas sudah sering ikut campur kerja aparat, ikut2an melakukan razia. Padahal aparat itu sudah digaji untuk menangani penyakit moral, namun ormas berdalih karena aparat tidak tegas. Jika kita melihat permasalahan lebih jauh lagi, sesungguhnya tempak hiburan dan maksiat itu ada izinnya, izin memang biasa disalah gunakan karena sudah menjadi kebiasaan, tidak salahpun menjadi salah agar ada tambahan penghasilan.  Ini kan kondisi umum, sulit untuk dirubah dalam waktu singkat. Yang seharusnya dirubah adalah tingkah laku bangsa ini, kalau semua menjadi manusia yang alim, tempat hiburan atau maksiat pastinya tidak ada peminatnya.

Sibuk memikirkan Palestina dan tempat maksiat akhirnya waktu banyak yang terbuang atau sebaliknya untuk mengisi waktu. Untuk mengisi waktu, barangkali ini adalah yang paling memungkin terjadinya keadaan seperti sekarang ini. Kalau semuanya sibuk memiliki pekerjaan, semua tidak sempat untuk berdemo dan "membantu" kerja aparat. Pokok persoalan sesungguhnya karena masalah lapangan kerja, banyak waktu yang kosong karena tidak ada kegiatan,  biasanya kalau tidak menjadi preman, ya menjadi pahlawan. Alasannya memperjuangkan rakyat kecil, menegakkan kebenaran, namun kebanyakan setelah mendapat pekerjaan atau jabatan berubah seribu derajat, diam. 

Kaum intelektual lulusan perguruan tinggi yang tidak tertampung lapangan pekerjaan, kalau tidak menjadi salesman, bikin asosiasi atau LSM. Pemerintah sendiri memberi peluang, ada pekerjaan yang harus bersyarat menjadi anggota asosiasi. Ini kan gaya monopoli dan untuk mempermudah pengendalian agar tidak rebutan. Tetapi peluang ini dimanfaatkan oleh para cendekia itu untuk membuat LSM agar dapat berperan yang tujuan akhirnya untuk mendapat bagian rejeki. Kisruh peran demi kelangsungan ekonomi tidak jarang terjadi karena kue sedikit harus dibagi rame2.

Begitu juga aparat negeri ini, gajinya sudah banyak yang tergadai pinjaman, situasi ini bukan saja dialami oleh aparat, hampir semua PNS gajinya sudah diambil didepan karena terdesak kebutuhan. Akibatnya uang dapur terancam, sumber penghasilan itu dari mana kalau tidak memanfaatkan peraturan, peraturan boleh ada tetapi tetap ada salahnya, damai2 itu yang membuat peraturan tidak pernah dihormati. Wajarlah kalau aparat setengah hati melakukan penertiban, bulan puasa seperti bertindak tegas, setelah bulan puasa, cerita sudah berlangsung seperti biasa.

Ada yang berpendapat, tidak memikirkan persoalan bangsa tidak nasionalis. Siapapun sulit memikirkan bangsa kalau semua banyak maunya dan semua merasa benar. Barangkali semua harus kembali pada persoalan dasar, pikirkan perut dulu baru pikirkan yang lain. Kalau mau berbuat sosial harus kuat dulu, kalau berjuang dengan perut kosong hanya akan menambah hati panas, akhirnya muncul perbuatan anarkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun