Mohon tunggu...
Bayu Aji Nugroho
Bayu Aji Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN SAIZU PURWOKERTO

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Nur Muhammad dalam Kajian Tasawuf dan filsafat

11 Maret 2024   18:50 Diperbarui: 11 Maret 2024   18:51 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rinoblog.wordpress.com

Istilah Nur Muhammad nampaknya sudah menjadi ajaran yang dimulai oleh al-Hallaj melalui konsepnya yang disebut Nur Muhammad. Kemudian dikembangkan oleh Ibnu Arabi melalui konsepnya al-Insan al- Kumil. Lalu dilanjutkan oleh al-Jili dan selanjutnya oleh al-Burhanpuri melalui Martabat Tujuh, kemudian dibahas lagi oleh Syekh Yusuf an- Nabhani. Namun bila ditelusuri secara seksama, maka perkataan Nur Muhammad itu, nampaknya sudah ada jauh sebelumnya bahkan sejak dari masa sahabat. Sahabat Nabi Ibnu Abbas misalnya, meriwayatkan bahwa Nur Muhammad diciptakan mendahului penciptaan para Nabi, bahkan nur para Nabi berasal dari Nur Muhammad Saw. Pernyataan Ibnu Abbas tersebut sebagaimana di-kemukakan Syekh Yusuf an- Nabhani dalam bukunya Al-Anwar al-Muhammadiyyah sebagai berikut: "sesungguhnya ketika Allah SWT. menciptakan cahaya Nabi kami Muhammad Saw, Allah memerintahkan untuk memperhati- kan cahaya para Nabi Allah berkata, ini adalah cahaya Muhammad Ibnu Abdullah. Jika kamu sekalian mempercayainya, maka Aku akan menjadikan kamu sekalian Nabi. Mereka menjawab, kami semua percaya."Keterangan yang telah dikemukakan itu menunjukkan bahwa masalah Nur Muhammad sudah ada sejak awal tahun hijriah. Sahabat yang lain yang mengemukakan adanya Nur Muhammad yakni Jabir Abdullah. Pernyataan tersebut merupakan informasi Nabi sendiri ketika Jabir Ibnu Abdullah bertanya kepada Nabi tentang sesuatu yang diciptakan paling awal oleh Allah SWT. Pernyataan Jabir R.A tersebut dijawab oleh Nabi Muhammad Saw dengan mengemukakan bahwa yang diciptakan paling awal yaitu Nur Muhammad.

Istilah Nur Muhammad sebagaimana telah diuraikan itu belum berupa konsep yang jelas, melainkan bercirikan ungkapan yang bersifat ruhaniyah yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Istilah Nur Muhammad di atas, pada masa berikutnya mengalami perkembangan makna. Hal itu didapati dikalangan Syi'ah, sebagaimana Ja'far as-Shadiq pernah menyampaikan sebuah hadis yang di dalamnya rerdapat ungkapan diduga sebagai ungkapan Ali Ibnu Abu Thalab.

Perubahan masa membawa perkembangan makna Nur Muhammad menjadi lebih transparan terjadi pada periode berikutnya abad 3 hijriah yang dipelopori oleh al-Hallaj. Bahkan sebelum Al-Hallaj, Sahl at-Tustari pun telah berbicara tentang cahaya Tuhan. Menurut at-Tustari ketika Tuhan hendak menciptakan Muhammad, la memperlihatkan cahaya dari cahaya-Nya yang menyinari seluruh kerajaan-Nya.

Nur Muhammad merupakan ciptaan Tuhan yang pertama dan dari padanya bersumber segala sesuatu. Dengan adanya Nur Muhammad tersebut, Tuhan tidak lagi langsung mengatur dunia. Nur Muhammad sebagai daya tarik kosmik yang mengatur segala yang ada di dunia ini.
R.A Nicholshon juga mengumumkan bahwasannya Tuhan adalah Pencipta dunia, tetapi ia tidak lagi memerintah dunia dalam arti langsung. la bersifat transenden mutlak, dan karena gerakan dari lapis-lapis langit tidak sesuai. dengan kesatuannya, maka fungsi itu ditugaskan kepada seorang yang memerintah lapisan-lapisan itu, yaitu Muta. Muta tidak identik dengan Tuhan, karenanya ia harus seorang ciptaan, mewakili jiwa arketip dari Muhammad, manusia luhur yang diciptakan sesuai dengan bayangan Tuhan, dianggap sebagai suatu daya kosmik tempat bergantung tata susunan dan pemeliharaan alam semesta.

Ketika kita menilik konsep Nur Muhammad dalam kajian filsafat Yunani mereka mengagap melalui berbagai jalur, masuk ke dalam pembentuk pemikiran Islam. Pengaruh Helenistik yang paling menonjol adalah dalam bidang filsafat. Para filsuf di zaman Islam juga menghadapi isu-isu teologis seperti permasalahan zat Tuhan dan sifat-sifatNya, teori kenabian, etika dan berbagai permasalahan mengenai hubungan filsafat dan wahyu. Terkait dengan asal-usul Nur Muhammad, ada yang berpendapat bahwa konsep ini bersumber dari mitos Manichean tentang penciptaan. Dimana menurut mereka, Sang Pencipta lantaran adanya penyerangan dari prinsip kejahatan (dimana dualisme menganggap prinsip kejahatan ini adalah absolut sebagaimana absolutnya Tuhan), menciptakan alam dan menjadikan "diri" Tuhan sendiri sebagai bagian Dari partikel cahaya yang kemudian terhambur menjadi ciptaan, dalam rangka mencari perlindungan dari serangan prinsip kejahatan tersebut, yang merupakan sisi lain dari Yang Absolut. Menurut paham Manicheanisme, cahaya ini merupakan Tuhan sendiri yang dibebaskan dan dipertahankan melalui "Elect" (yakni orang-orang yang membebaskan cahaya yang terpenjara didalam sifat dan diri mereka melawan penyelamatan universal oleh kalangan "Knower" pada akhir zaman). Bagi kalangan dualis, bahwa konsep cahaya ini mengandung pengertian yang paling luas dan paling dalam, dan bahkan merupakan pengertian yang asli, ia dibawa ke dalam Islam ketika dualisme mengambil bentuk Islamnya sebagaimana yang dikembangkan oleh gerakan Syi'ah Tujuh."

Sepanjang sejarahnya, pembahasan Nur Muhammad pasti berkaitan dengan pembicaraan tentang kejadian dan atau penciptaan alarm. Dalam kaitan ini, sangat boleh jadi Nur Muhammad dapat "dipersentuhkan" dengan teori Plotinus tentang asal-usul alam semesta. Alam dipandang sebagai wujud yang dihasilkan atau dipancarkan dari hakikat kesejatian Tuhan secara kekal. Alam tidak lagi di-pandang sebagai suatu wujud yang diciptakan dari materi yang ada sejak semula; kekal bersama-sama dengan Tuhan (sebagaimana pandangan Plato). Alam juga tidal lagi dipandang sebagai wujud keseluruhan dan kesempurnaannya kekal bersama-sama dengan Tuhan (sebagaimana Aristoteles)."

Meskipun filsafat helenik memiliki pengaruh yang menonjol bagi pembentukan tradisi kefilsafatan Islam, juga menghadirkan sebuah warisan rasional yang merefleksikan realitas metafisika, dunia fisik dan keberadaan manusia, bukan berarti bahwa tidak ada lagi yang murni dalam pemikiran falsafah dan tasawuf. Ini sebetulnya, juga merupakan rantangan fundamental terhadap wahyu al-Qur'an sebagai sumber kebenaran yang paling komplir dan tidak mungkin salah. Pada konteks inilah, posisi pemikiran al-Nabhani dapat dipahami secara tepat, terutama konsepsi Nur Muhammad yang ditawarkannya. Nur Muhammad ala Al- Nabhani, sangat jelas berbeda dengan emanasi plotinus. Sebab, dalam teori emanasi plotinus, tidak dikenal adanya proses penciptaan, melainkan pelimpahan (al-faidi). Sedangkan al-Nabhani, berpandapat bahwa Nur Muhammad tercipta, dan dari Dialah segala sesuatu diciptakan. Hemat al-Nabhani, Nur Muhammad bukanlah kaifiyah, ia bukan zat yang terbentuk, melainkan hanya sebuah nama. Lagi pula, al- Nabhani dalam mengemukakan pandangan-pandangannya tetap mengacu pada sumber ajaran Islam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun