Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Sajak Wanita Perkasa

12 Maret 2014   07:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sorot matanya tajam menembus tabir kebohongan pemilik nada bicara yang lugas dan apa adanya tiada surut menerjang dinding tirani kekuasaan menjunjung tinggi martabat rakyat yang menderita runtuhkan dominasi konglomerat terhadap kaum melarat upeti sekarung tak akan bisa lagi membeli keputusan peraturan adalah buku suci yang tak boleh dikotori keadilan adalah tiang utama yang musti ditegakkan turun ke kali mencari dimana liang masalah bersembunyi menyusuri sudut dusun tuk berbincang dengan akar rumput memeluk anak anak angsa yang kehilangan tempat bermain bercerita tentang warna pelangi mengukir masa depan mereka kelopak matanya tak berkedip meski sepucuk pistol mengancam sebab mati dalam mengemban tugas adalah sebuah keberuntungan senantiasa berdiri tegak kibarkan bendera bertulis kata 'TIDAK' tak punya rasa ngeri musti kehilangan jabatan dan kedudukan wanita perkasa adalah empunya jiwa yang lembut dan teduh membelai penuh kasih setiap helai daun cemara yang resah pelabuhan hati bagi semua jiwa yang kehilangan jati diri lentik lampu lentara perlahan menuntun arah jalan terang gemerlap baju kebesaran rela ditanggalkan menyusup kedalam kolong parit yang mampat wajahnya kusam tersaput butir debu jalanan membongkar simpul macet agar bebas melenggang wanita perkasa tak pernah sedikitpun merasa lelah semangat menggelora bagai nyala api sepanjang masa hingga badai politik menghantam dari segala arah membuatnya terdiam dan tak tahu harus bagaimana terbersit sebuah keinginan untuk kembali pulang pergi tinggalkan semua kemunafikan dan kezaliman namun didalam hatinya masih teringat wajah rakyat yang menjerit menahan perih terlindas roda kehidupan wanita perkasa itu termangu di suatu pagi sesekali menatap wajah langit yang muram berharap tetes embun segera turun membasahi jiwanya yang kering dibawah sinar temaram didalam bilik hatinya tengah terjadi pertempuran antara cahaya nurani melawan tugas dan kewajiban airmatanya menetes membasahi selimut peraduan berharap datangnya petunjuk Ilahi penentu jalan wahai wanita perkasa meski badai melanda kau musti sanggup bertahan lihatlah mata anak anak angsa yang sayu dengarlah jeritan para ibunya yang pilu merindu belaian kasih sayangmu slalu menunggu uluran tanganmu .oOo. Tribute to Ibu Risma, Walikota Surabaya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun