melesat bagai peluru muntah dari mulut senapan
berdesing membelah sunyi menyusuri ruas jalan
menembus gelap malam ditengah tirai rintik hujan
meringkas waktu demi segera sampai ke tujuan
diatas dua roda berputar menapak aspal tergilas
pemilik kepala yang terbungkus batok pengaman
mengumbar nyali yang berkobar tiada berbatas
tiang bisu penyandang pijar merah tak dihiraukan
hingga sampailah diujung sebuah jalan simpang
persinggahan tergapai hanya beberapa saat lagi
langkah penyeberang jalan mendadak melintang
membelalak kedua matanya memacu detak nadi
bersama tuas pedal rem yang terinjak telapak kaki
karet ban terseret menjerit bunyi memekak kuping
mesin tunggangannya menjadi oleng tak terkendali
melayang jatuh terguling menghantam batas dinding
sesaat nampak tubuhnya yang diam tak bergerak
semburat warna merah menyirat jaket kulit terkoyak
remuk tulang dada menghimpit jalur penghela nafas
rongga mulutnya penuh darah segar mengalir deras
lelaki muda usia itu kini tergolek ditepian jalan
tempat terakhir baginya untuk meregang nyawa
tinggalkan orang orang tercinta menunggu dirumah
menutup kisah hidupnya yang singkat berakhir sia sia
.oOo.
Karya puisi lainnya dapat dibaca disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H