Mahroef Syamsuddin (MS) adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Udara dari Korps Pasukan Khas yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 1980. Beberapa jabatan bergengsi yang pernah diembannya antara lain Komandan Skadron 465 Paskhas, Atase Pertahanan RI untuk Brasil, Direktur Kontra Separatis Deputi III BIN, Staf ahli Hankam BIN dan terakhir sebagai Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada periode 2011-2014.
MS yang juga dikenal sebagai adik kandung Let Jen Sjafrie Sjamsoeddin yang dulu pernah menjabat sebagai Wakil  Pertahanan pada masa Pemerintahan Presiden SBY itu, selepas pensiun dari prajurit TNI AU kemudian dipercaya oleh Principle dari PT Freeport Indonesia untuk memegang tampuk pimpinan tertinggi yaitu sebagai Presiden Direktur sejak pada 7 Januari 2015 menggantikan Rozik B Soetjipto yang telah memasuki masa pensiun.
Sebagaimana yang tercatat di sepanjang karirnya, tampak sekali bahwa MS adalah prajurit militer sejati dibawah kesatuan TNI AU. Yang menonjol adalah kemampuannya dibidang intelijen dan tak pernah sekalipun MS menjabat sebagai CEO pada perusahaan komersial. Berbekal keahliannya dibidang intelijen, MS memang dikenal sebagai seorang perwira tinggi yang ahli bernegosiasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan konflik antar golongan atau suku di tanah air.
Apakah ini sebuah kebetulan semata atau memang direncanakan, ketika MS pensiun dari TNI AU, kemudian PT Freeport Indonesia tak lama kemudian memilihnya untuk menjabat sebagai Presiden Direktur. Pertimbangan apa yang digunakan oleh PTFI dalam memilih MS sebagai PreDir juga tak pernah ada yang mempublikasikannya. Namun agak sedikit aneh juga bila seorang mantan prajurit militer yang sebelumnya tak pernah memimpin perusahaan komersial, kemudian tiba tiba ditunjuk sebagai Presiden Direktur pada perusahaan multinasional sebesar PT Freeport?
Tanpa mengecilkan kemampuan MS dalam mengelola perusahaan raksasa seperti Freeport, saya yakin pasti ada hal-hal tertentu yang diinginkan oleh pihak principle Freeport yang dinilai hanya bisa dilakukan oleh MS dengan segudang pengalamannya di bidang intelijen militer. Sementara itu, PT Freeport juga sangat menyadari bahwa kontrak karya proyeknya di Papua akan segera berakhir pada tahun 2021 mendatang.
Dilema yang terjadi pada tubuh PT Freeport
Sebagaimana kita ketahui, cadangan emas di Papua yang ada di area Grasberg yang telah di kelola sejak hampir 40 tahun lalu, diperkirakan cadangan emas tersebut akan habis bersamaan dengan jatuh temponya Kontrak proyek ybs pada tahun 2021. Namun demikian, pihak PTFI mengetahui benar bahwa masih ada cadangan emas yang nilainya jauh lebih besar dari yang pernah ada, namun letaknya berada dibawah tanah (under ground). Inilah yang akan menjadi target kerja mereka apabila kontrak karya mereka  di Papua diperpanjang.
Sebagai informasi, dalam melakukan penambangan bawah tanah yaitu di area Deep Ore Zone (DOZ), PTFI terlebih dahulu harus membangun lorong lorong besar dibawah tanah untuk mencapai lokasi batuan yang mengandung emas. Lorong-lorong tersebut digunakan sebagai jalan untuk para pekerja, peralatan dan kendaraan angkutan  menuju ke lokasi dan mengangkut babatuan yang mengandung emas keluar menuju ke dalam proses berikutnya. Oleh sebab itu, perlu waktu kurang lebih selama 5 tahun bagi PT Freeport untuk membangun lorong-lorong tersebut, sehingga tepat pada saat jatuh tempo kontraknya pada tahun 2021, mereka sudah dapat berproduksi.
Nah, tentu saja hal ini tak bisa segera dilakukan oleh PTFI sebab mereka masih was-was karena belum adanya kepastian dari pihak Pemerintah Indonesia perihal nasib kontrak karya mereka, sedangkan sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa negosiasi perpanjangan kontrak, baru akan dilaksanakan 2 tahun sebelum kontrak jatuh tempo yaitu pada tahun 2019 nanti.
Apa yang terjadi sekarang ini adalah semacam dilema di tubuh Freeport. Bila menunggu sampai kontrak diperpanjang pada tahun 2021, maka selama 5 tahun pertama, Freeport praktis belum bisa berproduksi, sebab mereka masih membangun lorong dan berbagai instalasi mesin dan peralatan. Namun bila sekarang juga mereka mulai pembangunan yang nilainya sampai puluhan Milyar Dollar, bagaimana bila nanti kontrak mereka tidak diperpanjang?
Tentu saja PT Freeport tak mau mengambil resiko dan ini menjadi persoalan besar yang muncul saat MS mulai menjabat sebagai Pres Direktur. Tugas MS sungguh teramat berat, yaitu diharapkan bisa menjamin bahwa pada tahun 2021 kontrak mereka diperpanjang. Mengaitkan antara kondisi  dilema yang terjadi pada tubuh Freeport dengan terpilihnya MS sebagai PresDir, yang nota bene ahli dalam bernegosiasi, adalah hal yang sangat mudah ditebak.