Jangan anggap remeh suara netizen. Apalagi jika anda adalah seorang figur atau orang terkenal. Mengapa? Sebab suara netizen bukanlah pendapat individual, namun bahkan bisa dibilang itu adalah suara publik. Publik di suatu negara memiliki karakteristik tersendiri. Netizen Indonesia, tidak bisa disamakan dengan netizen dari negara lain, karena terdapat perbedaan kultur budaya, gaya hidup, tingkat sosial, intelektual dan lain sebagainya.
Netizen sebagai pengguna internet dapat langsung berinteraksi di dalam admosfir media sosial dengan menuliskan status, memberi komentar, mengunggah gambar maupun video, meme, emoticon, dan simbul lainnya untuk menyatakan reaksi terhadap suatu kasus yang sedang viral.Â
Terlepas dari benar atau tidak, penilaian etika baik atau buruk, netizen memiliki hak bersuara yang bebas dan merdeka, apalagi di negara demokrasi. Â Jika merujuk pada ungkapan 'vox populi, vox dei' di dunia politik, suara netizen semakin kuat posisinya sebagai suara Tuhan.
Sebagai contoh aplikasinya, yaitu pada kasus viralnya Gus Miftah pada sebuah acara ceramah agama terkait dengan guyonannya kepada si penjual es teh. Netizen sontak memberi komentar bak paduan suara yang secara kompak menggema di jagad media sosial. Netizen yang terdiri dari berbagai strata pendidikan, dengan pola pikir yang sangat beragam, dari berbagai kalangan sosial, seakan memberi 'sinyal'.Â
Sinyal apa itu? Sinyal disini adalah semacam kesimpulan umum, yang mana bisa bersifat positif yaitu sebagai bentuk dukungan atau sebaliknya bersifat negatif yaitu penolakan bahkan cacian dan penghinaan.
Terlepas dari sifat sinyal yang positip atau negatif, suara netizen tak bisa diabaikan begitu saja. Bahkan suara netizan ini mampu membangkitkan 'macan tidur' pada suatu kasus dan bahkan menjadi semacam referensi untuk mengambil keputusan.
Jika benar bahwa suara netizen adalah suara Tuhan, siapa yang berani menyalahkannya?Â
Tak ada satupun yang bisa mengendalikan suara netizen, karena suara  netizen itu murni, tidak dibuat-buat dan sama sekali tak ada 'setingan' di dalamnya. Sungguh berbeda dengan suara anggota dewan yang sangat kental dengan nuansa kepentingan politik.
Pada Kasus Gus Miftah misalnya, secara jelas dapat disimpulkan bahwa Netizen telah memberi sinyal negatif. Artinya, apa yang dilakukan Gus Miftah adalah keliru atau tak patut dilakukan. Ini menurut pendapat netizen dengan berbagai alasan yang tak perlu dijelaskan lagi.Â
Kemurnian suara netizen meski dapat disetarakan dengan suara Tuhan sesuai dengan filosofi 'vox populi, vox dei', bukan berarti itu adalah sebuah kebenaran hukum, tapi hanya bergerak pada arus politik semata. Suara netizen tak bisa dituntut secara hukum dan tak ada satu pasalpun yang bisa digunakan untuk menjerat netizen.