Mungkin ada yang langsung bertanya, "Menulis Puisi kok salah?". Bukankah puisi adalah karya sastra yang tidak perlu dicari-cari kesalahannya?"
Memang, puisi adalah sebuah karya sastra yang ditulis oleh seseorang untuk menumpahkan perasaan, pikiran, termasuk imajinasi yang berupa rangkaian kata dan kalimat. Setiap orang berhak menulis puisi sekehendak hatinya sendiri. Namun demikian manakala sebuah puisi dipublikasikan, atau dibacakan di muka umum, tentu hal ini menimbulkan dampak atau reaksi dari publik, apalagi yang menulis puisi dan yang membacakannya adalah figur terkenal.
Nama Sukmawati menjadi terkenal karena dia adalah putri dari Soekarno (Proklamator Kemerdekaan RI) apalagi sebagai tokoh politik dan disisi lain Sukmawati adalah adik dari Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDIP).
Puisi berjudul "Ibu Indonesia" yang ditulis dan dibacakan sendiri oleh Sukmawati itu telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan khususnya umat Islam. Mengapa? Karena dituding sebagai upaya penistaan agama dengan membanding-bandingkan agama dengan hal lain yang tidak sepatutnya. Menurut mereka, agama tak boleh digunakan sebagai bahan perbandingan dengan hal lain, meskipun itu tertuang di dalam bait-baik puisi. Saya dalam hal ini tak mau ikut campur hak orang lain dalam menanggapi puisi itu.
Saya menilai bahwa Sukmawati tentu paham bahwa menistakan agama adalah suatu perbuatan yang melangar hukum dan tentu saja dia tak akan dengan sengaja melakukannya. Sukmawati hanya bermaksud menulis sebuah kritik sosial yang dibungkus ke dalam sebuah puisi.
Namun demikian, Sukmawati telah melakukan sebuah kesalahan besar (blunder) terkait dengan puisi yang ditulisnya itu, sehingga kritik yang diampaikannya itu tidak mengarah pada tujuannya, dan justru berbalik menghantam kepada dirinya sendiri.
Apa kesalahan Sukmawati?
Sukmawati telah melakukan kesalahan dalam memilih kata atau diksi dalam puisinya itu. Kata 'Syariat Islam', 'Cadar' dan 'Azan' yang dipilihnya, terlalu jelas untuk dibaca oleh siapapun dan dipersepsikan sebagai istilah dan aturan dalam agama Islam. Apalagi kata tersebut digunakan untuk membanding-bendingkan dengan hal lainnya yang menurut sebagian umat tidak layak dilakukan.
Berikut ini penggalan kalimat dalam puisinya yang menimbulkan reaksi keras dari sebagian umat Islam :
1. Â Aku tak tahu 'Syariat Islam'
 2. Lebih cantik dari 'cadar' dirimu
 3. Lebih merdu dari alunan 'azan' mu
Mungkin Sukmawati tidak sepenuhnya menyadari bahwa sebuah kata atau diksi dalam puisi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan dan diapun tak pernah menyangka bahwa dampaknya jauh melebihi apa yang diperkirakan.