Apotek Titi Murni yang berada di jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat dikenal sebagai apotek terlengkap di Jakarta bahkan mungkin di seluruh Indonesia. Sudah berpuluh-puluh tahun bekerjasama dengan RS Kramat 128 sebagai penyedia obat-obatan yang diperlukan.
Layaknya dua sahabat karib, apalagi lokasi mereka yang berdekatan, bahkan 'tunggal tembok', Apotek Titi Murni dan RS K128 seakan menyatu tanpa batas pemisah, selama puluhan tahun.
Tapi kini, entah apa yang tengah terjadi, keduanya seperti sedang dalam kondisi 'perang', yang mana kedua belah pihak memilih untuk tak lagi menjalin kerjasama apapun. Bahkan yang sebelumnya terdapat sebuah loket yang menghubungkan antara apotek dan RS, kini sudah ditutup rapat.
Apakah ini pertanda bahwa mereka bukan lagi sebagai 'sahabat karib', sehingga harus memutuskan persahabatan bisnis dengan cara yang demikian Lalu apa masalahnya, jika keduanya telah saling berpisah?
Tentu saja yang merasakan dampaknya adalah para pasien dan keluarga pasien yang tak lagi memperoleh pelayanan yang baik sebagaimana yang selama ini dirasakan selama bertahun-tahun.
Dengan terputusnya hubungan, maka pihak RS menjadi susah sendiri dan dengan sangat terpaksa membuka apotek sendiri yang melayani kebutuhan para pasien. Tapi, tentu saja apotek yang baru didirikan tak akan bisa menandingi ketangguhan Apotek Titi Murni yang sudah puluhan tahun menyediakan obat terlengkap dan memberikan pelayanan.
Jika sebelumnya segala macam obat bisa dipenuhi oleh RS karena adanya Apotek Titi Murni, kini pihak RS harus 'berhutang' obat kepada pasien, sebab tak bisa lagi menyediakan obat tertentu.
Saya kebetulan pelanggan RS K128 ini sejak puluhan tahun yang lalu. Semua anak-anak saya sejak bayi sampai sekarang ditangani oleh para dokter yang ada di RS ini, termasuk sayapun pernah dirawat di sana. RS ini seperti menoreh kenangan bagi keluarga saya, karena sejak dulu hingga kini saya tak pernah berpindah ke RS lainnya jika saya perlu periksa ke dokter.
Tapi dengan adanya acara 'perpisahan' antara Apotek Titi Murni dan RS K128, membuat pelayanan sudah tak senyaman dulu lagi. Penyediaan obat yang tidak lengkap membuat saya harus meluangkan waktu untuk mengurusinya, untuk mengambil obat selain kekesalan dalam hati karena memburuknya kualitas pelayanan RS. Seumur-umur baru kali ini RS berhutang obat kepada saya karena mereka tak mampu menyediakannya.
Saya masih beruntung bahwa obat yang 'terhutang' tsb, tidak terlalu urgent diperlukan bagi anak saya yang sedang sakit. Bagaimana jika obat itu sangat penting bagi pasien dan RS harus 'berhutang' karena tak mampu menyediakannya?