Sebagaimana definisi yang tercantum di dalam situs resmi TemanAhok.com bahwa Teman Ahok adalah sebuah perkumpulan relawan yang didirikan sekelompok anak muda yang bertujuan untuk membantu dan “menemani” Gubernur DKI JAKARTA Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam mewujudkan Jakarta Baru yang lebih Bersih, Maju, dan Manusiawi.
Mungkin apa yang tertulis tersebut adalah merupakan tujuan dari dibentuknya organisasi Teman Ahok adalah sebagai perkumpulan relawan untuk pendukung Ahok. Sedangkan pendirinya adalah 5 anak-anak muda 23-25 tahun, yaitu Amalia Ayuningtyas, Singgih Widiyastono, Aditya Yogi Prabowo, Muhammad Fathony, dan Richard Haris Purwasaputra.
Kadang saya sempat terpikir di benak saya, apakah benar Teman Ahok didirikan murni atas inisiatif kelima anak muda itu? Apakah ini secara kebetulan ataukah memang hasil dari sebuah rancangan? Membaca kalimat ini tentu ada yang menganggap saya berprasangka negatif dan mencari-cari persoalan. Tapi untuk sementara biarlah orang menilai apa yang sedang terpikirkan oleh saya. Terserah saja menafsirkan bagaimana, sebab saya hanya sebatas ingin menuangkannya ke dalam tulisan ini.
Mengapa saya sempat terpikir seperti itu sebab setelah saya telusri latarbelakang dari para pendiri Teman Ahok tersebut, ada satu hal yang menarik untuk diangkat ke permukaan yaitu perihal keberadaan Amalia Ayuningtyas. Amalia adalah salah satu pendiri Teman Ahok yang terpopuler selain Singgih, karena dia seringkali muncul diberbagai event dan banyak diliput media televisi, cetak maupun online. Publik tentu tak asing lagi dengan wajah manis gadis berkacamata ini.
Saya memperoleh sedikit info tentang biografi Amalia antara lain dilahirkan pada 26 Januari 1992, sangat aktif berorganisasi semasa masih duduk di bangku sekolah dengan bergabung sebagai pengurus OSIS di SMAN 3 Yogyakarta, kemudian juga aktif di lembaga pers mahasiswa UI–Suara Mahasiswa (2010-2014). Ia juga sempat aktif di Forum Indonesia Muda juga di Suara Pemuda Anti Korupsi (ClubSPEAK) sebagai Ketua Departemen Hubungan Masyarakat dan terakhir sebagai Junior Consultant di Cyrus Network pada 2013-2014.
Ada yang agak sulit diterima dengan akal sehat bila sekumpulan anak-anak muda belia itu dengan gagah berani punya niat murni dari diri mereka sendiri membentuk sebuah perkumpulan dengan tujuan untuk mengusung AHOK melalui jalur independen. Mengapa demikian?
Sebab untuk mengusung seorang calon perseorangan untuk maju sebagai Cagub DKI, tentu bukanlah hal yang sederhana untuk dilakukan. Sudah jalas tergambar apa yang akan dihadapi Teman Ahok bila 'nekad' mengusung AHOK yang sesuai lazimnya pihak pengusung calon adalah Partai Politik. Bukankah mereka tentu akan berhadapan dengan Partai Politik dikemudian hari dalam proses pencalonan AHOK sebagai Cagub DKI? Pernahkah mereka membayangkan bagaimana rasanya berhadapan dengan para politikus negeri ini?
Menurut saya, Teman Ahok ini sungguh luar biasa keberaniannya, hingga sampai berhasil mengumpulkan sejuta KTP dukungan kepada AHOK. Namun bila dikaitkan dengan keberadaan para pendirinya yang masih berusia muda, sepertinya ada 'sesuatu' dibalik ini semua.
Yang pertama dan paling penting untuk dibahas adalah aspek finansial. Tanpa bermaksud merendahkan martabat para pendiri organisasi Teman Ahok atau underestimate atas kemampuan keuangan yang dimiliki mereka, rasa-rasanya mustahil bila mereka bisa membiayai sendiri organisasi Teman Ahok hingga bisa jadi seperti sekarang ini. Dan memang kenyataannya, modal awal yang mereka miliki sebesar Rp. 500 Juta adalah sumbangan atau bila boleh dikatakan sebagai pinjaman dari pihak lain.
Tentu yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang bersedia menyumbang uang sebesar itu? Uang sebesar Rp. 500 Juta, tentu bukan jumlah yang sedikit menurut ukuran anak-anak muda yang baru memasuki usia produktip ini. Tapi untuk mengantarkan misi Teman Ahok hingga berhasil meloloskan AHOK sebagai Gubernur DKI dalam Pilkada tahun depan nanti, modal uang sebesar Rp. 500 Juta, tentu merupakan jumlah yang teramat sangat kecil dan tak berarti.
Oleh sebab itu, perlu dukungan finansial yang cukup, agar seluruh kegiatan operasional Teman Ahok dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Untuk itulah Teman Ahok meng-klaim bahwa mereka punya usaha sendiri, yaitu dengan berjualan merchandise yang mana keuntungannya bisa digunakan untuk membiayai misi Teman Ahok.
Terus terang, ketika membaca pernyataan mereka bahwa membiayai organisasi Teman Ahok dengan mengandalkan keuntungan dari berjualan merchandise, saya agak tersenyum, sambil bertanya dalam hati saya sendiri,"Apa iya?"
Okelah, bila mereka juga menyampaikan bahwa penjualan barang dagangan sejak pertama kali bisnis mereka berjalan atau kurang lebih selama setahun, omset penjualanya hingga mencapai 6-7 milyar. Taruhlah keuntungannya saya tetapkan sendiri yaitu 100 %. Jadi mereka punya uang kas sekitar Rp. 3 milyar sebagai keuntungan dari bisnis meraka untuk digunakan untuk keperluan operasional selama setahun atau rata-rata per bulan Rp. 250 juta.
Itu adalah hitungan yang teramat kasar dengan asumsi margin keuntungan yang luar biasa, 100 %. Tapi pertanyaan lain yang muncul adalah, bagaimana mereka bisa menyediakan barang-barang modalnya? Bagaimana bisa mencapai penjualan hingga 6-7 Milyar per tahun hanya dengan modal Rp. 500 Juta? Bagaimana logika bisnisnya? Belum lagi dikurangi untuk membiayai biaya overhead yang pasti harus dikeluarkan untuk keperluan admistrasi dan kantor setiap bulan.
Putusnya logika bisnis ini kemudian disambung kembali dengan adanya pernyataan dari mereka bahwa mereka juga menerima sumbangan berbentuk barang dan fasilitas lainnya, termasuk lokasi kantor tempat mereka bekerja. Jangan-jangan, barang-barang yang mereka jual itu juga merupakan sumbangan dari pihak lain, sehingga dengan demikian Teman Ahok tak perlu menambah modal untuk membiayai harga pokok barang yang dijualnya itu.
Tapi menurut saya, alasannya masih belum sempurna, sebab barang-barang apa saja yang diterima sebagai sumbangan dan seberapa besar nilainya, tak ada satupun yang mengetahui kecuali mereka sendiri.
Bila memang demikian yang terjadi, maka berarti organisasi Teman Ahok hanya mengandalkan 'sumbangan' dari pihak lain dalam menjalankan opersionalnya, termasuk dalam proyek pengumpulan sejuta KTP.
Dari sinilah akan muncul persoalan lain yang sangat krusial adalah sebenarnya siapa yang ada dibalik para penyumbang itu? Menanggapi hal ini mereka pun berdalih bahwa ada banyak penyumbang, bahkan hingga ratusan orang yang ikut berpartisipasi dalam mendukung opresional Teman Ahok ini. Dan menurut mereka para pihak yang menyumbang telah dicatat dengan baik.
Sampai disini, saya terpaksa bertanya dalam hati lagi,"Bila Teman Ahok tak pernah mempublikasikan siapa atau pihak mana saja yang berperan sebagai penyumbang, lalu bagaimana saya bisa percaya bahwa itu semua adalah sumbangan dari ratusan orang atau beberapa gelintir orang saja, atau bahkan hanya ada satu pihak saja yang menjadi 'sponsor' utama mereka?"
Saya seperti terjebak makin jauh di dalam 'kekosongan', sebab terlalu banyak pertanyaan di dalam hati saya yang tak tertemukan jawabannya.
Akhirnya sejenak saya mengambil kesimpulan sendiri, dengan mengkaitkan informasi yang saya peroleh perihal kondisi finansial teman Ahok, yang mana bahwa setoran awal sebesar Rp. 500 Juta dan pinjaman kantor sebagai markas Teman Ahok adalah berasal dari pendiri Cyrus Network, yaitu perusahaan terakhir dimana Amalia pernah bekerja disana.
Dengan mempertimbangkan apa yang telah saya tulis diatas, apakah saya bersalah bila kemudian saya menyimpulkan bahwa Teman Ahok adalah identik dengan Cyrus Network?
Wallahu A'lam...
Sumber gambar : MYAHOK.COM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H