Terus terang, ketika membaca pernyataan mereka bahwa membiayai organisasi Teman Ahok dengan mengandalkan keuntungan dari berjualan merchandise, saya agak tersenyum, sambil bertanya dalam hati saya sendiri,"Apa iya?"
Okelah, bila mereka juga menyampaikan bahwa penjualan barang dagangan sejak pertama kali bisnis mereka berjalan atau kurang lebih selama setahun, omset penjualanya hingga mencapai 6-7 milyar. Taruhlah keuntungannya saya tetapkan sendiri yaitu 100 %. Jadi mereka punya uang kas sekitar Rp. 3 milyar sebagai keuntungan dari bisnis meraka untuk digunakan untuk keperluan operasional selama setahun atau rata-rata per bulan Rp. 250 juta.
Itu adalah hitungan yang teramat kasar dengan asumsi margin keuntungan yang luar biasa, 100 %. Tapi pertanyaan lain yang muncul adalah, bagaimana mereka bisa menyediakan barang-barang modalnya? Bagaimana bisa mencapai penjualan hingga 6-7 Milyar per tahun hanya dengan modal Rp. 500 Juta? Bagaimana logika bisnisnya? Belum lagi dikurangi untuk membiayai biaya overhead yang pasti harus dikeluarkan untuk keperluan admistrasi dan kantor setiap bulan.
Putusnya logika bisnis ini kemudian disambung kembali dengan adanya pernyataan dari mereka bahwa mereka juga menerima sumbangan berbentuk barang dan fasilitas lainnya, termasuk lokasi kantor tempat mereka bekerja. Jangan-jangan, barang-barang yang mereka jual itu juga merupakan sumbangan dari pihak lain, sehingga dengan demikian Teman Ahok tak perlu menambah modal untuk membiayai harga pokok barang yang dijualnya itu.
Tapi menurut saya, alasannya masih belum sempurna, sebab barang-barang apa saja yang diterima sebagai sumbangan dan seberapa besar nilainya, tak ada satupun yang mengetahui kecuali mereka sendiri.
Bila memang demikian yang terjadi, maka berarti organisasi Teman Ahok hanya mengandalkan 'sumbangan' dari pihak lain dalam menjalankan opersionalnya, termasuk dalam proyek pengumpulan sejuta KTP.
Dari sinilah akan muncul persoalan lain yang sangat krusial adalah sebenarnya siapa yang ada dibalik para penyumbang itu? Menanggapi hal ini mereka pun berdalih bahwa ada banyak penyumbang, bahkan hingga ratusan orang yang ikut berpartisipasi dalam mendukung opresional Teman Ahok ini. Dan menurut mereka para pihak yang menyumbang telah dicatat dengan baik.
Sampai disini, saya terpaksa bertanya dalam hati lagi,"Bila Teman Ahok tak pernah mempublikasikan siapa atau pihak mana saja yang berperan sebagai penyumbang, lalu bagaimana saya bisa percaya bahwa itu semua adalah sumbangan dari ratusan orang atau beberapa gelintir orang saja, atau bahkan hanya ada satu pihak saja yang menjadi 'sponsor' utama mereka?"
Saya seperti terjebak makin jauh di dalam 'kekosongan', sebab terlalu banyak pertanyaan di dalam hati saya yang tak tertemukan jawabannya.
Akhirnya sejenak saya mengambil kesimpulan sendiri, dengan mengkaitkan informasi yang saya peroleh perihal kondisi finansial teman Ahok, yang mana bahwa setoran awal sebesar Rp. 500 Juta dan pinjaman kantor sebagai markas Teman Ahok adalah berasal dari pendiri Cyrus Network, yaitu perusahaan terakhir dimana Amalia pernah bekerja disana.
Dengan mempertimbangkan apa yang telah saya tulis diatas, apakah saya bersalah bila kemudian saya menyimpulkan bahwa Teman Ahok adalah identik dengan Cyrus Network?