Maafkan, bila saya sengaja menulis judul artikel yang bombastis. Bukan bermaksud mendramatisir sebuah peristiwa, tapi saya sungguh merasa prihatin. Bagaimana tidak? Jenderal Sudirman adalah seorang panglima besar sekaligus sebagai pahlawan yang kita banggakan sebagai seorang prajurit pembela bangsa dan negara yang tak kenal menyerah. Semua orang tentu mengenal Jenderal Sudirman yang namanya selalu digunakan sebagai nama jalan protokol di setiap kota di Indonesia. Tak hanya itu, nama Jenderal Sudirman juga dikenal seantero jagad sebagai simbol perjuangan yang pantang menyerah dari bangsa Indonesia. Tapi ketika saya membaca berita tentang robohnya patung Jenderal Sudirman yang kita bangga-banggakan itu, rasanya saya ingin marah. Tapi saya mau marah kepada siapa? Pihak mana yang seharusnya bertanggung jawab? Mengapa itu bisa terjadi? Apakah kesalahan konstruksi, atau memang sudah lekang dimakan waktu? Apakah tidak bisa diantisipasi sebelumnya, sehingga tidak perlu menunggu patung tersebut roboh?
Sejuta tanya masih tertinggal di benak saya terkait insiden itu. Dan tentu, kita semua juga akan mempertanyakan hal yang sama, dan harus segera dicari jawabannya. Ini sebuah kejadian yang tak boleh terulang lagi, sebab sebuah patung, apalagi patung tersebut adalah sosok pahlawan, harus selalu dirawat dan dijaga keberadaannya. Siapa yang bertanggungjawab memelihara dan merawatnya agar senantiasa tegak dan kokoh berdiri, tentu saja pemerintah daerah setempat bukan?
Sebagai mana berita yang dilansir bahwa pagi tadi, patung Jenderal Sudirman yang berada di seputar perempatandi perempatan Terminal Bus Purbalingga, Jawa Tengah itu telah roboh, dengan kondisi kepalanya terputus. Patung yang terbuat dari Fiber Glass setinggi 3 meter dengan alas setinggi 4 meter itu dibangun pada tahun 2004 lalu, dan tiada angin, tiada hujan tiba-tiba roboh. Beruntung tidak ada korban akibat peristiwa itu, padahal keberadaan patung tersebut sangat dekat dengan keramaian lalu-lintas.
Menurut penjelasan pejabat terkait, robohnya patung Jenderal Suriman itu karena terjadi kerusakan atau pengeroposan di kaki patung sehingga akhirnya roboh karena getaran-getaran kendaraan yang lalu-lalang disekitarnya. Namun demikian, tentu bukan hanya penjelasan tentang robohnya patung itu yang diharapkan, tapi bagaimana upaya pemerintah daerah maupun pusat dalam menyikapi insiden ini agar tidak terulang lagi di masa mendatang.
Sebagaimana kita ketahui, di setiap kota tentu terdapat berbagai macam patung, tugu, monumen dan bangunan lainnya yang selain sebagai karya seni juga berfungsi sebagai simbol, penyemangat atau peringatan atas suatu kejadiaan atau penghargaan atas jasa para pahlawan kita.
Patung-patung yang dibangun dalam dimensi yang tinggi besar, tentu diharapkan dapat tegak berdiri dan tidak mudah roboh. Menjaga keberadaan patung pahlawan adalah sebuah kewajiban bagi pemerintah daerah yang tak boleh ditawar-tawar. Bila memang tak bisa menjaga dan merawatnya, lebih baik tidak membangun patung yang tinggi besar, sebab bila sampai terjadi peristiwa serupa seperti yang dialami patung Jenderal Sudirman tersebut, maka selain meruntuhkan kewibawaan terhadap eksistensinya, juga akan mengancam keselamatan orang lain.
Oleh sebab itu, peristiwa robohnya patung Jenderal Sudirman ini adalah sebagai peringatan keras kapada para pejabat Pemerintah Daerah sekaligus Pemerintah Pusat agar lebih serius merawat dan menjaga keberadaan semua patung dan monumen yang ada di Indonesia.
Bila ada sebuah konstruksi bangunan, seperti gedung-gedung, jembatan dan bangunan besar lainnya harus memenuhi standar tertentu (SNI) di dalam perencanaan hingga proses pembuatannya, mengapa tidak diterapkan juga pada pembuatan patung, tugu dan monumen2 lainnya?
Demi menjaga kewibawaan atas sebuah patung pahlawan dan menjaga keselamatan warga sekitar, maka sudah saatnya bagi legislatif menyusun peraturan terkait pembangunan patung beserta prosedur perawatan dan penyiapan anggaran oleh PemDa setempat, agar dikemudian hari tak terulang kejadian yang sama.
Salam.