istriku,
sudah sekian lama kita bersama menyusuri waktu
yang mengaliri jalan kita yang berliku tajam
lihatlah sawah ladang yang dulu pernah kita kerjakan
bulir bulir padi yang kita tanam kini tampak menguning
menunggu saat musim panen tiba
masih tergambar jelas dibenakku
saat kita meniti jalan setapak
kau pun terjatuh dibawah rintik hujan
sudut matamu berlinang airmata derita
terucap lirih di bibirmu serangkai kata gelisah
resah menunggu sampai kapan hujan kan mereda
sedangkan mega masih bergayut kelabu di angkasa
sinar mentari tak mampu menembus pekatnya cuaca
ingatkah kau saat kuraih tubuhmu yang lemah
kuusap lembut rambutmu yang hitam panjang
kuhapus sisa airmata yang mengalir dipipimu
dan kuucap kata agar kau senantiasa tabah
istriku,
dulu pernah kukatakan kepadamu
tak selamanya mendung berselimut kelabu
roda dunia terus berputar searah perubahan zaman
malam yang hening akan segera berganti pagi
disini dulu ketiga buah hati kita bermain lumpur
kedua kaki dan tangan mereka yang kotor
kau basuh mereka dengan ikhlas dan sabar
meski harus kau relakan waktumu tersita
kini mereka telah beranjak dewasa
saatnya mereka pergi mengejar hari depan
hanya doa yang dapat kita selipkan
sebagai bekal menempuh perjalanan
istriku,
tiada yang sanggup mengganti kehadiranmu
disaat aku rapuh kaulah yang memapah
dikala aku sakit kaulah yang merawat
kita bisa bercerita tentang laut biru
sesaat sebelum terlelap di peraduan
hingga pagi menjelang aku terjaga
aku bahagia berada disampingmu
bila suatu saat nanti
aku akan pergi selamanya
tetaplah berada disisiku
temani aku hingga aku tertidur pulas
janganlah engkau bersedih hati
sebab aku merasa begitu sempurna
selama menjadi pendamping hidupmu
menjalani masa di dunia yang fana