Mohon tunggu...
Doni Bastian
Doni Bastian Mohon Tunggu... Penulis - SEO Specialist - Konsultan Pemeliharaan Ikan Koi

Sekadar berbagi cerita..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bercumbu dengan Ilusi

10 Februari 2015   06:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sebagai laki-laki yang pernah menyusuri rentang waktu yang panjang
aku memang seharusnya menyandang malu bila harus menulis puisi ini
tapi biarlah sejenak kusandarkan harga diriku demi jiwa yang sungsang
agar di dalam bilik hati tak ada lagi beban yang sekian lama menyesaki

sewindu sudah waktu berlari tinggalkan puing puing kenangan tentangmu
kala tatap mata ini begitu mudah tertanam di wajahmu yang sejuk bening
saat gemulai tubuhmu yang putih nan ramping membelah lamunan semu
di antara alun nada lembut tembang kasmaran membasuh batin yang kering

bayu meniup membawa berita tentang kisah lelaki yang tengah jatuh cinta
sementara dia mulai merasa nyaman berbincang mesra dengan bayang-bayang
berharap meraih kemilau sinar bulan purnama nun jauh di ujung angkasa raya
merindu setetes air hujan yang luruh di tengah musim kemarau yang panjang

syair lagu yang dulu pernah kunyanyikan untukmu hingga kini masih senada seirama
meski bibirku mampu berkata tidak namun jauh di relung hati aku lantang berteriak
seribu malaikat tak mampu menahan laju anah panah yang melesat dari busur cinta
aku tak pernah tahu bagaimana rasa ini membuatku tenggelam bagai terseret ombak

bagiku kau adalah pemilik keindahan yang sempurna atas segala yang ada di bumi
aura yang terpancar darimu telah merasuk kedalam setiap mimpi dan angan-angan
hingga aku tersesat jauh dan kehilangan arah kemana aku harus melangkah pergi
ku telah terjebak di dalam jurang pengharapan yang tak pernah memberi kenyataan

segenap tenaga kukerahkan hanya sekadar untuk menepis indahnya lukisan palsu
aku harus mengusir semua bayang wajahmu yang tergambar di atas tirai kelambu
namun entah mengapa hangat senyummu selalu hadir saat kedua mataku terpejam
kau bahkan ingin menemaniku bermain dalam bingkai mimpiku di sepanjang malam

kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan telah terukir abadi di kanvas sanubari
yang seakan tak pernah sanggup aku melupakannya barang waktu sedetik saja
ku tahu kini kau telah berlayar mengarungi samudera kehidupan bersama yang lain
namun kuanggap ini semua hanyalah sepenggal kisah hidup yang pernah terbaca

jika awan mendung tak segera turunkan hujan
biarlah aku menunggu bersama doa kuucapkan
bila Tuhan masih berkenan memberiku setapak jalan
aku akan memelukmu erat dan tak  ingin kulepaskan

.oOo.

@donibastian - lumbungpuisi
menteng - 8/12/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun