Mohon tunggu...
Dongeng Kopi
Dongeng Kopi Mohon Tunggu... Pramusaji - Berbiji baik, tumbuh baik!
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kedai Kopi yang terintegrasi dengan Taman Baca Alimin, serta Rumah Sangrai yang menghasilkan aneka kopi biji dan bubuk. Ruang paling pas untuk buku, kopi dan komunitas. Hadir di Umbulmartani, berada di kaki Merapi, dan Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery di Tirtomartani, 700 meter dari Candi Kedulan, 5 Kilometer dari Candi Prambanan. Keduanya ada di Sleman Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Penjelajah Waktu dari Dongeng Kopi Bagian 2

1 Mei 2024   01:37 Diperbarui: 14 Mei 2024   18:44 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlempar ke Salakanagara era Benua Atlantis. Dok. Dongeng Kopi

"Ceritakanlah padaku tentang penjelajah waktu," kata Alina pada juru cerita itu.

Maka Juru cerita itu pun bercerita tentang Rangga: Pada suatu hari yang baik, di malam yang cerah, langit sangat terang lantaran bulan bersinar penuh, bintang nampak bertebaran berkerlipan telanjang bulat dalam pandangan, Rangga mendapat keajaiban.

Setelah melewati lorong waktu yang dijaga kepala musang bermahkota, Ia terlempar ke suatu masa dimana semua orang tersenyum bahagia. Langit begitu cerah, udara sangat bersih. Kesegaran pada saat ia menghirup dan menghembuskannya sangat terasa memberikan rasa nyaman di otot-otot seluruh tubuhnya.

Rangga melangkahkan kaki keluar dari pendar cahaya dan mulai memperhatikan sekelilingnya. Dari kaki Gunung berwarna Biru, ia menuruni jalan setapak. Dari jauh ia sudah bisa melihat gemerlap bangunan bangunan tinggi dengan arsitektur menjulang yang sangat memukau. Sepanjang mengedar pandang, tak henti ia berdecak kagum.

Warna emas begitu mendominasi bangunan yang ia lihat. Warna warna lain dengan banyaknya logam mulia menempel di rumah rumah penduduk.

Menyadari pakaiannya tak sama dengan yang lainnya, ia putuskan untuk masuk pasar. Ia merogoh saku, uangnya turut berubah menjadi 2 kepingan logam emas bergambar tokoh memakai ikat kepala dari semula uang merah 10 lembar bergambar pendiri negri.

Rangga berani masuk ke salah satu toko begitu familiar dengan bahasa lontaran orang orang yang berbelanja. Bahasa Ibu, yang ia kenal sejak kecil sampai dewasa.

“Wis suwe ora katon, tumben belanja akeh, pan nggo kulakan?”

“Iya kieh, ndilalah ning Wanagiri dagangane nyong akeh sing seneng”

“Wah ya syukur ohh, kie tek nei bonus nggo bojone rika”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun