Semua orang butuh cerita untuk berbagai keadaan. Terkadang bila hidup dibawah penguasa yang lalim, cerita berubah menjadi dongeng sebagai sarana menyampaikan pesan.
Cerita menjadi sarana untuk menguatkan ikatan. Perekat pertemuan, dan menyampaikan pesan moral secara khusus tanpa terasa menggurui. Cerita memecahkan kekakuan dan kebuntuan bagaimana memulai mengirimkan pesan. Cerita menembus batas dan sekat sekat. Lekat, liat dan panjang bahkan sampai sang juru cerita sudah tiada, cerita akan terus hidup sepanjang kembali diceritakan terus menerus. Kuatnya cerita bisa kita lihat dari tak pernah punahnya dongeng rakyat, babad, hikayat, legenda, epos yang terus diceritakan ulang bergenerasi generasi.
Pada kelompok yang tertindas perlu mendapat kisah kisah berbalut perjuangan. Pada rombongan yang ingkar babad karma musti dibabar. Pada kalangan yang putus asa, legenda merawat asa bisa keluar dari keadaan musti diulang senantiasa. Pada gugusan penjaga moral, hikayat sakti orang-orang suci menjadi nafas untuk taat asas.
Cerita cerita itu lantas berfungsi sebagai pelipur lara, sarana mewariskan nilai-nilai, protes sosial, dan juga sebagai proyeksi keinginan terpendam.
Semua orang butuh cerita untuk berbagai keadaan. Seperti kopi, semua orang juga butuh kopi untuk berbagai keadaan. Dua duanya melengkapi. Itulah sebabnya dongeng kopi dibutuhkan untuk berbagai keadaan. Tidak bisa tidak, premis ini tidak boleh ditolak. Dongeng & Kopi dalam sejarah mencatat sebagai pelipur lara, sarana mewariskan nilai-nilai, protes sosial, dan juga sebagai proyeksi keinginan terpendam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H