Gandring bukanlah empu yang cukup terkenal di era Daha. Ia adalah seorang wiku yang menjauh dari keramaian di sebuah padepokan kaki gunung Kawi.
Ia lebih dikenal sebagai pertapa yang juga guru sastra. Saban hari berbagi soal pengetahuan terbatas pada murid pinilih.
Gandring memiliki 12 murid, semuanya memakai nama yang nunggak semi yakni; Kartika Gandring, Pusa Gandring, Manggasi Gandring, Sitra Gandring, Manggakala Gandring, Naya Gandring, Palguna Gandring, Wisata Gandring, Jita Gandring, Srawana Gandring, Padrawana Gandring, serta Asuji Gandring.
Selain itu ia juga dikenal sebagai jauhari kanuragan dan tenaga dalam. Bersama dua belas muridnya Kiai Sumelang Gandring, nama panjangnya, ia mencipta dua belas jurus nujum bintang. Saripati dari kitab Dwidasa Nujum Kartika.
Namanya baru tenar setelah keris sakti setengah jadi berhasil menghantarkan Ken Arok menjadi penguasa Singasari.
Sebelumnya samar tidak terdengar meski kecakapannya sungguh tidak bisa dianggap enteng.
Ia merupakan empu yang tekun belajar. Pengembaraannya ke tlatah kulon, membuat ahli cara membuat keris pusaka serta ilmu silat. Kawruh yang ia kuasai benar benar kaya kembangan.
Keris bikinannya dikenal dengan keris tradisi tanpa lekukan. Lurus, imbang sebelah kiri dan kanan.
Saat pesanan Arok tiba, sebenarnya Gandring hendak menolak. Tetapi karena Bango Samparan adalah kawannya, maka ia menyanggupi dengan waktu yang cukup untuk tempaan sehingga menjadi keris yang baik dan matang.
Tirakat puasa, puja mantra, serta semadi ia tempuh dalam empat puluh hari. Tepat purnama semadi hari terakhir, lintang kemukus jatuh di Gunung Gajah Mungkur sekitar setengah tabuh waktu dari padepokan Wlingi.