"Ceritakan padaku tentang kopi panggang," kata Alina pada juru cerita suatu petang di Dusun Dalangan.
...
Dari salah satu kisah yang terus diceritakan turun temurun di Dusun Kalimati, Dahulu kala Sri Baginda Medang, Rakai Kayumanis sempat memerintahkan secara khusus kepada Rakai Pedan untuk satu proyek alat perendang kopi agar hasilnya sesuai dengan selera hulubalang.
Rakai Pedan adalah orang kepercayaan Baginda. Mahir urusan rancang bangun. Untuk proyek ini diberi nama Proyek Cakra Wisuda, Maharaja menyiapkan berupa emas sebanyak 10 suwarna yang disisihkan dari upeti dan urunan para punggawa sebagai dana pelaksanaan.
Rakai Pedan mengumpulkan segenap pakar mulai dari sarjana tempa, ahli undagi, hingga acaraki
Medang sebagai kendali mutu juga Resi Tawang yang akan merapal puja mantra sebagai tolak bala.
Proyek Cakra Wisuda adalah salah satu prioritas dari Kerajaan agar keamanan kerajaan terjamin senantiasa. Hulubalang kerajaan saat berjaga di benteng kerap sekali kurang konsentrasi, Semangatnya kerap melemah, badan mudah lungrah.
Kawa yang diracik acaraki selama ini hanya bisa dinikmati oleh para pejabat teras kerajaan. Hulubalang merasa racikannya tidak pas sehingga tidak begitu disukai.
Proses kawa yang hanya direbus sekalian dengan daging buah yang memerah. Rasanya cenderung sepat bercampur getir getah.
Rakai Pedan lantas mencoba berbagai cara bagaimana agar rasa yang dikeluarkan atas buah tanaman dari Benggala ini sesuai selera garda terdepan penjaga lintas batas kerajaan.
Setelah melalui aneka percobaan akhirnya ketemu cara paling pas, yakni dipanggang bagian bijinya. Perkakas kemudian digambar dan dibuat. Kira kira membutuhkan waktu dua kali Kartikamasa untuk menjadi sempurna. Resi Tawang menggenapkan hasil panggangnya dengan mantra ajimantrawara sebagai pengikat anti sirep.