Mohon tunggu...
Firman Sofyan
Firman Sofyan Mohon Tunggu... -

Penulis malas - Pemalas nulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia dalam Lampu Merah

21 Juli 2015   18:40 Diperbarui: 21 Juli 2015   18:40 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

03..02..01, dan lampu merah kembali.

Pernahkah kau menggeber kendaraanmu dengan harapan dapat mengejar sisa-sisa lampu hijau namun kandas hanya karena telat sepersekian detik? di tengah jalan padat di bawah sinar matahari terik? Menjengkelkan.

Namun kadang lampu merah acap pula menyuguhkan momen-momen menghibur nan membahagiakan. Entah itu musisi angklung pinggir trotoar membawakan lagu kesukaan, atau kendaraanmu berjodoh berada disebelah kendaraan yg kebetulan pengendaranya sedang menggunakan mini-pants menggemaskan.

Seperti yang tadi aku saksikan. Bukan suguhan musisi angklung apalagi remeh-temeh mini-pants menggemaskan. Tapi pasal seorang Bocah Autis yang tertawa lepas bahagia hanya dengan memandangi bungkus rokok yang telah usang, tentu saja melalui perspektif yang kau tidak dianugerahi untuk memilikinya. Disebelah Si Bocah terdapat wadah plastik, semacam tempat untuk menadah uang, yang sudah barang tentu tak ia hiraukan. Tak seperti orang 'normal', maqam beliau lebih tinggi dari remeh-temeh persoalan moneter dan fiskal. Kupandangi suasana sekitar, senyum tersimpul di bibir para jamaah lampu merah siang itu. Si Bocah sukses gilang-gemilang menyebarkan kebahagiaan. Tapi setelah kucermati ada salah satu jamaah, beliau Pengayuh Becak, yang tak turut khusyuk menaruh perhatian pada tingkah laku Si Bocah. Ia malah sibuk sendiri merogoh-rogoh kantong celana. Dengan sedikit mengintip, kulihat Sang Pengayuh Becak mengeluarkan uang pecahan lima ribu perak dari kantongnya, ia gumpalkan, toleh kiri-toleh kanan seolah-olah berharap tidak ada yang menyaksikan, kemudian ia ayunkan uang tersebut ke wadah uang yang tepat berada di samping Si Bocah. Aksi Sang Pengayuh Becak boleh dibilang nekat. Andai saja ada kaum moralis (yang tengah dongkol karena melihat maraknya fenomena pengemis bergelimang harta) memergoki aksinya, bisa saja ia di-socmed-kan. Kalau sudah begitu, tak terselamatkanlah citranya. Lagian bukankah sudah termaktub dalam UUD '45 bahwa fakir miskin & anak terlantar dipelihara oleh negara? Tapi sudahlah, mungkin si tukang becak alpa menyoal eksistensi ayat tersebut.

Tak sadar lampu kembali hijau. Saatnya pulang dan kembali merevisi standar-standar kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun