[caption id="attachment_398010" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi - Lampion imlek. (Kompas.com/Callista O.)"][/caption]
masih kuingat setahun silam
saat bulan mati bertengger di langit pecinan
di antara riuh kembang api dan petasan
liuk-liuk barongsai dan naga menari
denting dentang musik bersahut
mengharu-biru malam tanpa bulan
seorang jelita bergaun putih
menggamit payung biru muda
larut menyaksi rancaknya atraksi
menggempita malam tanpa bulan
menerobos aku di antara bayang-bayang
mendekat menuju si gaun putih
sesungging senyum teramat anggun
ratu jelita di singgasana malam tak berbulan
sesaat aku-dia saling bertatap
bintang di langit pun jatuh, bersinar di matanya
dari bibir merahnya sebuah nama terucap
sebelum ia berlalu dalam bayang malam tak berbulan
malam ini aku di jalan ini
ketika bulan mati ada di atas langit pecinan
lampion-lampion merah berparade
barongsai dan naga gesit menari-nari
tetabuhan rancak bertalu-talu
dalam hingar-bingar petasan dan kembang api
kepada bulan mati di langit pecinan aku bertanya
akankah kembali kulihat jelitaku malam ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H