Mohon tunggu...
Sherena
Sherena Mohon Tunggu... lainnya -

A simple person who pours her simple mind on her writings. An enthusiast in learning critical discourse analysis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

18 Juni 2014   17:54 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) atau dikenal sebagai human trafficking mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang, namun ketidakasingan ini mungkin tidak dialami oleh sebagian besar orang lainnya, oleh karena itu penting untuk diketahui bahwa TPPO ini harus diwaspadai dan dikenal.

Definisi TPPO

Menurut Troel Vester, program manager for UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) mengutip dari Trafficking Protocol, pasal 3, TPPO didefinisikan sebagai " the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation". Lebih lanjut lagi Vester menekankan 3 unsur yang harus dicermati lebih dalam, yaitu:

1. Perekrutan

2. Pengiriman dan Penerimaan

3. Eksploitasi

Penting untuk diketahui oleh mereka yang mempunyai keinginan untuk bekerja di luar negeri baik secara informal (PRT, Buruh Konstruksi, dsb atau biasanya dikenal dengan TKI) ataupun formal (tenaga kesehatan, dosen, dsb), jangan sampai tertipu dan masuk dalam lingkaran TPPO seperti yang dialami oleh salah satu WNI kita di Amerika lalu, Shandra Wawaruntu. Menelisik poin pertama perekrutan, kita dapat melihat apakah seseorang direkrut dengan iming-iming gaji besar? apakah dijelaskan bahwa situasi dan kondisi negara tujuan (destination country) aman? apakah ada unsur paksaan atau unsur pelilitan hutang? Jika ada unsur penipuan seperti diiming-imingin gaji besar ternyata kenyataannya tidak, kemudian dijelaskan bahwa destination country aman namun ternyata dalam keadaan perang, ada unsur pemaksaan untuk dipekerjakan di destination country dan ada unsur pelilitan hutang, maka anda harus waspada.

Kemudian poin kedua adalah unsur pengiriman dan penerimaan, dalam unsur pengiriman ini dapat dilibatkan pula poin dokumen, lihat kembali apakah ada unsur pemalsuan dalam dokumen perjalanan anda, misalnya anda harusnya berumur 15 tahun namun dipalsukan menjadi umur 23 tahun di dalam dokumen pasport anda, yang mana usia anda memang seharusnya belum sepantasnya untuk dipekerjakan. Selanjutnya bagaimana pengiriman anda ke destination country, apakah anda dijelaskan bahwa anda akan bekerja di negara A namun ternyata pada akhirnya anda dipekerjakan di negara B tanpa persetujuan anda. Lebih lanjut lagi ternyata setelah anda diterima oleh pihak employer, ternyata dokumen-dokumen penting anda dipegang dan disimpan oleh pihak employer, padahal hal tersebut akan menyulitkan anda. Belum lagi anda dilarang untuk berkomunikasi dengan pihak keluarga anda, anda bak dikurung dan tidak bisa bersosialisasi bahkan dengan tetangga anda sekalipun. Jika anda mengalami hal tersebut maka anda sudah berada pada posisi 'hati-hati'.

Poin ketiga adalah adanya unsur eksploitasi. Apa itu eksploitasi? Masih berasal dari trafficking protocol, pasal 3 dijelaskan bahwa "Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the  removal of organs". Di dalam penjelasan tersebut ditemukan istilah eksploitasi seks, kerja paksa, perbudakan, dan penjualan atau penghilangan organ. Hal-hal tersebut merupakan beberapa hal yang diindikasikan sebagai bagian dari eksploitasi namun menurut Jonathan Martens, IOM (International Organization for Migration) RO (Regional Office) Bangkok, sebenarnya istilah eksploitasi ini masih belum didefinisikan secara internasional sehingga definisi eksploitasi ini kembali lagi kepada masing-masing negara. Ada negara yang memasukkan unsur-unsur seperti exessive working hour (jam kerja berlebihan)yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh pihak employee (pekerja) dan employer (pemberi kerja)tanpa diberikan upah tambahan dapat dikategorikan sebagai salah satu tindakan eksploitasi.

Jika anda sudah mengalami ketiga hal tersebut, maka anda dapat diaktegorikan sebagai korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) atau VoT (Victim of Traficking). Namun kita harus berhati-hati dengan istilah TPPO ini karena tidak semua kasus dapat dikategorikan sebagai TPPO, bukan hanya TKI Informal saja yang dapat dikenai kasus TPPO kadangkala TKI formal pun dapat dikenai kasus TPPO. Jadi waspadalah dengan TPPO.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun