Awal tahun 80an,waktu  kecil gembira sekali kalau diajak ke rumah nenek di Lorong Masjid Jamik 10 Ulu - Palembang. Ikut sepupu memancing atau sekedar jauh-jauhan melempar kayu ke tengah sungai. Saat banyu besak - sungai pasang, pedestarian yang tergenang memberi sensasi berjalan di atas air.
Yang paling asyik, main-main air di halaman Masjid Jamik 10 Ulu yang antik. Saya  ngambok- menyombong pada teman-teman, masjid di rumah nenek ada kolam renangnya.Â
Peristiwa yang paling sering disebut dalam sejarah adalah penyerangan loji Belanda di Sungai Aur oleh  laskar Sultan  Mahmud Badarudin 2. Loji Belanda Sungai Aur,sekarang lebih dikenal sebagai Asrama Polisi.
Berada di daerah aliran sungai, tentu saja masjid ini awalnya berbentuk panggung-rumah tiang tinggi.Setelah beberapa kali kali penimbunan,sekarang sudah bertingkat dua dan benar-benar kering. Saya suka, cara pengurus Masjid Jamik Sungai Lumpur mengharagai sejarah dan founding father.
Mereka, tetap mempertahankan  semua pintu jendela dan tiang yang sudah berumur ratusan tahun. Seperti kue Nagasari,inti tetap bangunan lama kulit luarnya saja yang lebih moderen. Cuma sekarang, tidak bisa lagi menyombong masjid di rumah nenek ada kolamnya.
Nama dan lokasi Sungai Aur dan Sungai Lumpur sering tertukar. Sungai Aur, adalah sungai yang mengalir tepat di samping Pasar 10 Ulu yang tak jauh dari Dermaga Kelenteng Chandra Nadi  10 Ulu. Berseberangan dengan Pasar 16 Ilir-Palembang.Â
Bila air pasang, masih kita temui  orang-orang yang menjala ikan dengan biduk kecil menyusuri Sungai Aur.
Sekitar 3 tahun lalu, DAS Sungai Lumpur yang berada di samping Kantor Lurah 11 Ulu dibangun  semacam tanggul. Didirikan juga, banyak taman-taman kecil lengkap dengan tempat duduk dari marmer tepat di atas aliran air. Mungkin, untuk menghindari pemandangan kotor sampah saat sungai mengering. Bukanya mencari jalan bagaimana cara menangulangi sampah,lebih praktis kalau Sungai Lumpur dikorbankan.