Saya ini eksekutor, bukan pengawas sebenarnya. Komisaris di BUMN itu sebetulnya itu ibarat neraka lewat, surga belum masuk. Harusnya Kementerian BUMN itu dibubarkan. Kita harus bangun semacam Temasek, semacam Indonesia Incorporation. Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya, saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua mainnya lobinya ke menteri. Karena yang menentukan menteri. Komisaris pun rata-rata titipan kementerian-kementerian. Saya potong jalur birokrasi mereka. Pertamina itu dulu naik pangkat mesti pakai kaya pangkat, Pertamina Reference Level. Orang mesti kerja sampai SVP bisa 20 tahun ke atas, saya potong semua mesti lelang terbuka. Orang dicopot dari jabatan direktur utama anak perusahaan, misal gaji Rp 100 juta lebih. Masa dicopot gajinya masih sama? Alasannya dia orang lama, harusnya gaji mengikuti jabatan. Tapi mereka bikin gaji pokok gede-gede semua. Bayangin orang kerja sekian tahun gaji pokok Rp 75 juta. Dicopot, nggak kerja, dibayar segitu, gila aja ini. Itu yang kita lagi ubah. Saya lagi paksakan tanda tangan digital, tapi Peruri bindeng juga. Masa minta Rp 500 miliar untuk proses paperless di Kantor Pertamina. Otaknya Pinjam Duit Terus Itu sama saja sudah dapat Pertamina nggak mau kerja lagi, tidur 10 tahun, jadi ular sanca, jadi ular piton saya bilang. Nanti saya mau rapat penting soal kilang, kenapa investor mau nawarin kerja sama kalian diemin? Terus sudah ditawarin kenapa tolak? Kenapa kerja seperti ini? Ini lagi saya mau audit. Saya emosi juga kemarin. Mereka mau mancing saya emosi. Nanti saya emosi laporin ke presiden apa? Ahok mengganggu keharmonisan. Minjam duit sekarang udah ngutang 16 miliar dollar AS, setiap kali otaknya minjam duit aja ini. Saya udah kesel ini, minjam duit terus mau akuisisi terus lagi. Dia tidak berpikir untuk eksplorasi, kita ada 12 cekungan yang berpotensi punya minyak dan gas. Lu ngapain di luar negeri gitu lho? Ini jangan-jangan, saya pikir ada komisi lagi nih beli-beli minyak ini. Utama adalah jujur, karena kejujuran dan loyalitas itu tidak ada sekolahnya. Kalau kamu punya itu, kamu sampai tua pun nggak mungkin susah. Kita berdoa lah, supaya Indonesia ini ladangnya siap untuk benih-benih baik ditaburkan.Â
Dikutip dari laman Kompas.com, beginilah tudingan Ahok ke jajaran Direksi Pertamina. Ahok sendiri, saat ini, menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, Perwakilan Pemerintah sebagai pemegang saham BUMN.
Terlepas dari benar atau salahnya tudingan ini, yang pasti sudah menampar jajaran direksi Pertamina. Pahit bagi Pertamina, tetapi bagi media tudingan Ahok ini sangat berharga untuk dijadikan Berita Utama, menarik juga diangkat sebagai topik diskusi dalam acara berbentuk Talk Show, bincang-bincang, ataupun hanya sekedar ber-podcast-ria.
Fenomena unik ini memang sudah menggejala dalam beberapa tahun terakhir. Warga sudah sering menyaksikan bagaimana para Pejabat publik mempertontonkan aksi marah-marah ke stafnya, menangis demi membela masyarakat dan terakhir, seperti yang dilakukan Ahok, menuding kinerja bawahan yang tidak becus.
Bagi masyarakat, fenomena ini mungkin menjadi hal menarik dijadikan tontonan, bagi media berpotensi meningkatkan rating. Nah, kalau di kompasiana boleh dibilang tudingan Ahok ini mungkin sudah memenuhi unsur komprehensif, aktual dan faktual, unik dan menarik, bermanfaat, memiliki unsur kebaruan (novelty), katarsis, sehingga layak diangkat sebagai artikel pilihan atau malah artikel utama..he.he.
Tetapi, kalau ditinjau dari segi etika berorganisasi, ini salah. Tidak usah terlalu tinggi, di level terkecil saja, di lingkungan Rumah Tangga misalnya, salah besar jika kamu menceritakan aib keluargamu ke umum. Persoalan internal cukuplah dibicarakan di lingkungan internal, kalau sudah buntu, bolehlah mencari saluran komunikasi yang lain.
Pak Ahok mungkin lupa, pedoman tugas dan fungsi jabatan Komisaris Utama BUMN merujuk pada  Pasal 31 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.  Tugas pokok seorang komisaris adalah sebagai perwakilan pemerintah di perusahaan dalam mengawasi kinerja para direksi.  Atau, Ahok mungkin lupa, saking lamanya berkecimpung di dunia politik, sehingga mengganggap tugas sebagai komisaris utama adalah jabatan politik.
Bisa jadi, tudingan Ahok ini memang benar terjadi dan sesuai fakta, tetapi Ahok salah tempat dalam menyampaikan tudingannya. Tidak etis rasanya, Ahok melempar masalah internal ke publik. Masih banyak saluran komunikasi bagi pejabat sekelas Komut dalam menyampaikan hasil analisa dan pengawasannya. Ahok bisa menyampaikannya dalam Rapat Direksi dengan pemegang saham. Seandainya jajaran Direksi tidak patuh atau ngeyel terhadap arahan dari Komisaris Utama, jalur komunikasi dengan Menteri BUMN bisa ditempuh atau langsung saja melapor ke Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Atau jangan-jangan semua jalur komunikasi sudah ditempuh Ahok dan hasilnya tidak ada?Entahlah....
Selain itu, yang perlu disorot adalah efek tudingan Ahok ke kondisi internal karyawan Pertamina. Sebagai seorang yang berprofesi sebagai  karyawan juga, penulis dapat merasakan bagaimana kondisi mental apabila dinilai tidak becus oleh pimpinan di depan orang banyak. Pak Ahok jangan terkejut, reaksi yang muncul akan beragam.
Kalau yang berpikir positif akan berubah, mereka akan mencoba mengubah perilaku buruknya dan meningkatkan kinerja tetapi yang lazim terjadi adalah karyawan akan tersinggung, untuk membalas tidak bisa, jalan terakhir yang ditempuh adalah bersikap apatis. Bagaimana tidak, karyawan mengganggap sebaik apapun bekerja, Bos tetap saja marah dan tanpa peduli akibatnya, berani merundung anak buah sendiri di depan umum.