Sebelum mencari solusi, tentu harus dicari dulu akar masalahnya. Nah, berikut beberapa masalah yang dihadapi :
1. Penerbitan peraturan yang terburu-buru dan tidak berdasarkan kajian yang matang, menghasilkan kebijakan yang prematur dan rentan.
Ternyata, Penelitian Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara -yang menjadi dasar pembatasan produksi KJA di Danau Toba- kembali dipertanyakan setelah hasil penelitian Prof Endi Kartamiharja, Peneliti Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, dipublikasikan oleh media suara tani.com. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penyumbang utama unsur hara yang merubah Danau Toba menjadi Danau yang subur adalah dari aliran sungai, bukan dari budidaya KJA sebagaimana disimpulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Utara. Kesimpulan ini juga ternyata tidak bertentangan dengan pernyataan Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Air Rumah Tangga Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH-K) RI Witono,  yang menyatakan berdasarkan beberapa sampel sungai di Indonesia yang mereka kaji, 75% sudah tercemar berat. Sementara kontribusi limbah domestik di beberapa sungai besar di atas 60%.
Dengan hasil penelitian yang berbeda ini, menjadi wajar apabila para pelaku budiddaya KJA mempertanyakan legitimasi keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pembatasan produksi budidaya KJA di Danau Toba yang ditetapkan maksimal 10.000 ton.
Belum lagi, apabila dikomparasi dengan hasil penelitian dari LIPI, BPPT, University Rhode Island.Â
2. Aksi Pemangku Kebijakan yang belum holistik dan selalu diwarnai ego sektoral
Pelanggaran terhadap tata ruang kawasan ekosistem Danau Toba hingga saat ini terus dibiarkan. Meski Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba, dan pemerintah pusat membentuk Lake Toba Ecosystem Management Plant sebagai cetak biru perencanaan kawasan, tetapi hingga saat ini pelanggaran tata ruang dan zonasi tetap dibiarkan.
Belum lagi dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2014 Â tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan sekitarnya semakin membingungkan Pemerintah bawahan.
Sekarang  hambatan ada di Pemerintah Propinsi karena sesuai Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, mengamanatkan bahwa peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan, artinya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1990 harus disesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Salam
Bersambung