" ... semua yang hidup termasuk kita, suatu ketika akan mengalami perasaan dukacita dan kehilangan karena sesuatu sebab. Maka penting upaya memproses perasaan demikian ...."
Â
Tanpa bermaksud menyepelehkan perasaan dukacita dan kesedihan apapun yang bisa dialami seseorang, dengan meminjam pendapat para pakar, dapat dikemukakan bahwa salah satu cara menghadapi rasa dukacita dan kehilangan adalah melalui aktivitas menulis.
"Ah, menulis? Bagaimana bisa menulis dapat menolong hadapi rasa dukacita dan kehilangan?"
Ya, dengan menulis!
Dalam artikel saya sebelumnya di Kompasiana tertanggal 13 Agustus 2024, berjudul "Menumbuhkan Minat Menulis Anak, Meningkatkan Daya Kreatifnya", di situ dikemukakan bahwa menulis dapat menjadi cara anak menyatakan perasaan tentang apa yang dialaminya.
Sama seperti pada anak, demikian juga manfaat menulis berlaku bagi orang yang lebih dewasa. Aktivitas menulis dilakukan dengan tujuan memproses rasa dukacita dan kehilangan yang dialami seseorang dengan cara menyatakan apa yang dialaminya melalui tulisan.
Bentuk konkrit dari ide sebelumnya adalah dengan menuliskan berbagai pikiran dan perasaan yang dialami pada sebuah jurnal pribadi. Begitulah bentuknya bagaimana menulis bisa menolong menghadapi perasaan-perasaan tersebut.
Seseorang bisa melakukannya di medium apa saja, mungkin kertas, komputer, atau gawai. Tulisan tersebut bisa dalam bentuk yang pendek ataupun panjang, sebagaimana yang dikehendaki.
Karena aktivitas ini bersifat pribadi, isi tulisan tersebut pun tentang apa yang ada di hati, maka si penulis tak perlu kuatir akan salah menulis karena tidak akan ada yang menghakimi tulisannya.
Carol Recchion, penulis buku Grief Coach: A Handbook for Surviving Loss (2013), menyarankan agar seseorang yang tengah berduka dan kehilangan menyediakan waktu setidaknya satu jam per hari untuk melakukan proses ini.