Secara klasik banyak orang tua mengenal dua pola asuh sebagai berikut.
Pertama, pola asuh yang cenderung berpihak keanak. Pola asuh ini dikenal sebagai pola asuh yang "tak melukai" anak, cenderung membuat orang tua memenuhi semua keinginan anak.
Kedua, pola asuh yang cenderung bersikap keras terhadap anak. Pola asuh ini sering berakibat hadirnya masalah bagi anak. Tak jarang anak menjadi trauma bahkan sering menyebabkan munculnya rasa dendam kepada orang tua.
Beberapa waktu lalu seorang rekan yang sama asal daerah dengan saya, Maluku, mengkisahkan keresahan hatinya dalam membesarkan kedua anak remajanya. Yang seorang putri, anak kedua, ia kini duduk di kelas satu SMP. Seorang lain lelaki, anak pertama, kelas tiga SMP.
Rekan ini meng-copi paste model parenting yang dulu diterapkan oleh orang tuanya, bersikap keras, disiplin dan tegas kepada kedua anaknya. Model parenting yang diwarisinya ini digadang-gadang olehnya terbaik untuk membesarkan anak.
Masalah kemudian hari muncul ketika anak kedua mengalami trauma dan kepahitan akibat perilaku pola asuh ayahnya. Ia sering alami disiplin keras dan berulang dari sang ayah.
Sewaktu mendengar kisah tentang masalah yang dihadapinya dengan anak bungsunya, saya mencoba memberi masukkan yang dimintanya soal bagaimana pola asuh yang baik diterapkan untuk anak-anaknya.
Memperhatikan kesadaran rekan tersebut soal kesalahannya dalam mengasuh anak dan kerinduannya mengubah pola asuhnya, saya teringat dengan model pola asuh "Mindful Parenting" yang dibicarakan Dr. Arri Handayani dalam bukunya, "Strategi Menjadi Orang Tua Efektif".
Mindful parenting menurut Handayani adalah sebuah pola asuh yang mengacu pada tanggung jawab orang tua dalam mengasuh yang mendasarkan pada konsep yang berkesadaran.
Menurutnya dalam model pola asuh ini orang tua berusaha menjaga pikiran, ucapan, dan tingkah laku dan hal-hal yang kurang pantas dilakukan sebagai orang tua. Dapat dikatakan pola asuh ini memposisikan seseorang bersikap eling sebagai orang tua.