Mohon tunggu...
Donald Siwabessy
Donald Siwabessy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nero Si Juara Nyanyi, Pelajaran Soal Hati

4 Desember 2023   18:56 Diperbarui: 7 Desember 2023   09:57 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nero Si Juara Nyanyi, Pelajaran Soal Hati (Sumber: Boombastis)

Nero Si Juara Nyanyi, Pelajaran Soal Hati

 

"Kaisar Nero semasa hidupnya pernah juara lomba nyanyi!" saya membuka sebuah obrolan ringan dengan istri di suatu sore.

"Ah, masah sih? Orang sejahat dia!" langsung ditanggapinya.

Tanggapan seperti itu bisa dimaklumi. Tanggapan yang akan muncul dari banyak orang, mungkin juga Anda, mengingat latar belakang Nero yang lebih dikenal berlaku sadis, kejam membunuh, ketimbang seorang penyanyi bersuara indah.

           

Benarkah kaisar Nero bisa bernyanyi? Baguskah suaranya, hingga menjuarai lomba nyanyi segala? Untuk tahu persis soal itu, bolehlah sesaat kita telusuri sejarah hidupnya terkait aktivitasnya dalam bernyanyi.

 Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus (37 - 68 M), kaisar Romawi kelima, berkuasa tahun 54 - 68 M. Ia tak berasal dari keluarga berdarah seniman. Ayahnya, Gnaeus Domitius adalah seorang pejabat administrasi dengan reputasi jelek dan perilaku buruk. Membunuh banyak rakyat tak berdosa dengan sewenang-wenang.

Ibunya, Agrippina, Perempuan cantik bagai bidadari namun jahat bak ular tedung berbisa neurotoksin yang mematikan, penuh tipu muslihat, licik, haus kekuasaan, pula gemar menyiksa orang lain demi alasan kesenangan.

Besar di keluarga dengan orang tua berperangai demikian, wajar Nero dewasa tumbuh menjadi seperti apa. Haus kekuasaan. Sadis, kejam membunuh tak hanya adik, istri, ibu kandung, bahkan banyak orang di abad pertama.

Nampak sedikit aneh dengan latar belakang itu bagaimana bisa ia berjiwa seni dan mampu bernyanyi apalagi menjuarai lomba nyanyi.  

Soal kemampuan kita tahulah bahwa kemampuan seseorang dalam banyak hal termasuk bernyanyi bisa saja ditumbuhkembangkan lewat sebuah proses belajar dan tekun berlatih.

Rupanya itu juga yang dijalani Kaisar Nero. Dikisahkan Charles Ludwig dalam bukunya, "Para Penguasa Pada Zaman Perjanjian Baru", Nero adalah seorang yang suka merasa serba bisa. Bisa melukis. Mengukir. Menulis. Berpuisi. Bermain musik, serta bernyanyi.

Dalam hal bernyanyi misalnya, sadar tak punya kemampuan, Nero mendatangkan seorang guru privat untuk melatihnya bernyanyi. Ini cukup menunjukkan kecintaan dan perhatian besarnya pada dunia seni.

Perhatian besar itu terlihat juga ketika Nero gemar mengikuti perlombaan bernyanyi di seluruh bagian kekaisaran Roma. Menariknya ia selalu menang dan membawa pulang hadiahnya sebagaimana dikisahkan Ludwig.

Mungkin karena perhatian itu juga, Nero yang hanya memiliki sedikit bakat dalam bernyanyi mengklaim dirinya sebagai salah seorang penyanyi besar dunia,

  Pada bulan Juli 64, setelah memerintah kira-kira sepuluh tahun terjadi kebakaran hebat di Roma. Kebakaran yang berlangsung selama kurang lebih sembilan hari itu tak hanya menghancurkan dua per tiga bagian kota Roma, tapi juga menggoncang hancurkan hati sang kaisar. Dalam kesedihannya, suatu malam yang panas, pengab, Nero terlihat berada di atas menara sebuah gedung teater. Orang melihat Nero di menara itu memegang sebuah Lyre (sejenis Harpa) kemudian menyanyikan lagu tentang perampokan kota Troya diiringi petikan alat musik itu.

Rupanya bernyanyi juga menjadi caranya menghibur hati yang terguncang, sedih. Sayang tak dikisahkan apa judul lagunya itu.

Tanggal 9 Juni 68, Nero meninggal setelah bunuh diri dibantu pelayannya Epafroditus yang diminta Nero menusuk tubuhnya dengan sebilah pisau. Melihat Nero yang meninggal di sampingnya, Epafroditus bergumam: "Seorang seniman besar mati bersamaku!"

Seperti mengaminkan apa yang diklaim Nero, ia penyanyi dunia yang besar. Oleh orang terdekatnya Nero dikenang sebagai seniman besar bukan penjahat besar.

Lepas dari subjektifitas menilai diri sendiri secara berlebihan itu, bila tak mengatahui sejarah hidupnya, orang tak percaya jika Nero berjiwa seni. Orang juga tak percaya bahwa Nero rupanya suka bernyanyi.

Hal itu seakan memperkuat penilaian umum yang keliru bahwa bagaimana mungkin jiwa yang jahat dan mengerikan bisa meneruskan hal-hal indah semacam apa yang dikaryakan melalui seni?

Bagaimana mungkin dari mulut yang biasa memerintahkan hal jahat, brutal, sadis, dan mematikan hidup seseorang, bisa terdengar nyanyian bertujuan menghibur dan bahkan bisa menenangkan jiwa?

Namun sejarah hidup Nero mengkisahkan, itu semua mungkin! Dan kita serta siapapun yang hendak memimpin harus berhati-hati sebab kita berpotensi untuk jatuh pada lubang yang sama.

Seorang tokoh agama bernama Yakobus yang hidup semasa dengan Nero, tahun 45-49 telah menulis sebuah pernyataan, seakan mengantisipasi dan mengingatkan hal tersebut.

Ia menulis: "dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudara, tidak boleh demikian terjadi." (Yakobus 3: 10)

Yakobus bahkan menilai, apa yang menjadi sumber masalahnya bukan pada mulut, tapi pada apa yang dia simbolkan sebagai "sumber ... mata air yang sama" (3:11).

Tak diidentifikasikan Yakobus makna simbol itu apa. Namun bisa diperkirakan itu adalah soal hati, sebab biasanya apa yang keluar dari mulut berhubungan erat dengan hati.

Hal tadi sebobot denga apa yang dikemukakan Abdulah Gymnastiar (AA Gym) lewat lagu kondangnya; "Jagalah hati jangan kau nodai, jagalah hati, lentera Ilahi!".

Melalui sejarah hidup Nero ini kita bercermin. Keberadaan hati seseorang termasuk orang yang hendak berada dalam posisi memimpin perlu selalu dijaga.

Perlu upaya pembersihan hati bermuatan sampah berbau busuk keinginan jahat nan berdosa. Lentera Ilahi itu tak dapat dibersihkan hanya dengan kemampuan diri manusia yang serba tak cukup dan utuh. Ia perlu bergantung pada kasih sang Ilahi Tuhan demi menolong menjaganya bersih.

Riwayat Nero ini memunculkan pesan: "Berhati-hatilah dengan hati!" Sebab dengan mulut kita melafas puji pada sang Khalik, tetapi dengan mulut yang sama, "kita mengutuk manusia sesama ciptaan-Nya." Dan itu semua dimulai dari hati hitam bermasalah dosa.

Oh ya, baguskah suara Nero itu? Dalam sebuah sumber lain. Suatu hari Nero mengadakan konser nyanyi tunggal. Pintu teater ditutup rapat. Tak seorangpun penonton diizinkan pulang sebelum pertunjukan rampung. Namun ada penonton yang memaksa kabur, loncat tembok pulang. Alasannya? Tak tahan dengar suara Nero yang jelek dan memekakkan telinga!

Loh, suara jelek kok bisa juara lomba nyanyi? Bisa saja! Ingat, ini Nero! Sadis loh orangnya. Para juri saat itu bisa jadi terintimidasi. Jika Nero sampai kalah lomba, nyawa mereka jadi taruhannya. Tahukan? Hehe. Semogah bermafaat.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun