Syukur ….
Kecepatan motor aku desak dekati titik maksimal sewaktu jalan menuju kantor pagi ini. Layaknya Fabio Di Giannantonnio pembalap MotoGP yang menjuarai seri MotoGP Qatar 2023, Senin dinihari kemarin. Atau pembalap jalanan sedang asik dengan motor dan dirinya sendiri. Maklum terancam terlambat masuk kerjaan pagi ini.
Sudah bukan rahasia lagi yang terancam kondisi semacam ini, mendadak jadi sangat fokus pada diri sendiri.
Maka dipepet waktu sejenis itu saat sedang berkendara motor, jalanan lalu terasa seperti 'kosong', jadi milik pribadi. Tak lagi pikirkan pengguna lain.
“Apakah kecepatan kendaraan semacam itu membahayakan orang lain bahkan diri sendiri?” ah, mana lagi dipikirkan.
Dalam tengat itu, jika tak sengaja ada kendaraan lain menghambat laju gerak kendaran maka biasanya tanggap negatif kita menyembur … “Bisa bawah mobil nggak sih?”, “Kalau belum, diam ajah di rumah, woiii!” Atau, “Mobil ini kenapa juga harus lewat sini?” Atau, tiba-tiba lampu merah lalulintas jadi semacam musuh yang wajib diterabas, libas, tuntas … haha
Dalam kondisi itu, semua orang lain lalu jadi salah, kitalah yang paling benar. Itulah sebagian gambar eksistensi fokus berlebihan pada diri sendiri menari menampak giginya.
Semua gambaran fokus diri itu mengganggu benakku siang ini. Malu ingat buruknya egois diri dalam adegan si pembalap jalanan yang ugal-ugalan pagi tadi.
Syukur, tak terjadi sesuatu yang buruk. Tak sampai menabrak hingga berujung menghilangkan nyawa orang lain pagi tadi.
Syukur, aku sendiri tak kenapa-kenapa, masih bisa menyapa keluarga nanti ketika pulang ke rumah, masih bisa menulis bagian perenungan ini, saat ini.